Berada di puncak Gumuk Pandansegegek, suasana angker lebih terasa karena adanya sejumlah sesaji dan tungku tempat pembakaran dupa. Selebihnya, situasi angker tercipta karena rimbunnya pepohonan yang didominasi oleh ilalang yang tumbuh liar. Tak ada benda keramat di tempat itu, kecuali sebuah batu cadas yang terlihat sengaja dipasang sekedar tanda tempat menaruh sesaji. Sulit mempercayai tempat itu sebagai tempat ritual, bila tak melihat langsung seseorang yang sedang laku tirakat di tempat itu. Beruntung, belum lama ini kami mendapati seorang perempuan usia 30-an tahun yang sudah 3 hari bertapa.
Ujub Kepada Ibu Ratu Kidul
Dari berbagai penelusuran yang dilakukan, Pandansegegek tak memiliki juru kunci baku. Para pelaku tirakat lebih sering datang dari jauh, dan atas petunjuk guru spiritualnya. Sugondo (30), warga asal Cepogo, Boyolali, yang kami temui di lokasi ritual mengatakan, kedatangannya ke Pandansegegek hanya untuk mengantar seorang teman. Kepada sketsindonews.com, jujur Sugondo mengakui, temannya yang ketika itu sedang bertapa di dalam gubuk, bertujuan untuk mencari kekayaan. Teman Sugondo itu adalah perempuan, pedagang sayuran di pasar Giwangan, Jogjakarta.
“Teman saya itu dulu kaya. Tapi mendadak bangkrut. Lalu, dia nekat bertirakat. Sudah tiga hari ini teman saya puasa pati geni. Tidak makan tidak minum dan tidak boleh terkena ataupun melihat cahaya. Rencananya, empat hari ritual itu baru selesai. Tapi, tergantung apa sudah dapat wisik atau belum”, kata Sugondo.