Selanjutnya, karier AM Kamal berkembang pesat. Pada awal 2000-an, ia melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Perwira (Selapa Polri), yang membuka peluang bagi dirinya untuk bertugas di Polda Sumatera Selatan dan Polda Sumatera Utara. Di Sumut, ia berhasil mengungkap berbagai kasus besar, termasuk perambahan hutan tegerter 40 di Padang Lawas yang di jadikan kebun sawit melibatkan DL Sitorus dan perambahan hutan di Mandailing Natal oleh PT Mujur Timber dengan tersangka Adlin Lies yang merugikan negara hingga milyaran rupiah serta penyalahgunaan BBM ilegal oleh Mega dan suaminya. Keberhasilannya dalam menangani kasus-kasus tersebut menjadikannya sosok yang diperhitungkan di Polda Sumut.
Tahun 2008, AM Kamal dipindahtugaskan ke Polda Maluku Utara pasca mengikuti pendidikan Sespim Polri dan bertugas sebagai Kapolres Halmahera Selatan. Di wilayah pasca-konflik ini, ia berhasil membina masyarakat dan menjaga stabilitas daerah dengan segala keterbatasan yang ada. Salah satu prestasi pentingnya adalah mengawal proses demokrasi Pilkada Bupati dan wakil Bupati dengan menggunakan diskresi kepolisian, hal ini dilatarbelakangi dengan pembakaran pendopo Bupati saat pilkada sebelumnya dan 7 calon Anggota DPRD Kabupaten Halsel batal di lantik Kerena masih menyisakan permasalahan, Diskresi kepolisian diambil oleh Kamal untuk menjaga hasil pemungutan suara Pemilu Kada 2010 dengan 2 gembok pada kotak suara, 1 satu gembok milik petugas TPS dan 1 gembok milik penjaga TPS (Polri), mengingat Kabupaten Halmahera Selatan dengan 30 Kecamatan yang terdapat di beberapa pulau baik yang pulau kecil maupun yang di pulau besar seperti Bacan dan Obi.
Pada 2011, AM Kamal dipromosikan sebagai Wakapolresta Depok, di mana ia kembali menghadapi tantangan dalam menangani konflik antar kelompok agama. Berkat pendekatan yang bijaksana dan kemampuannya menjembatani perbedaan, ia mampu menjaga kerukunan antar kelompok dan menjadikan Depok sebagai contoh daerah yang aman dan damai.