Zarman Syah: Data dan Empati, Dua Kunci Komunikasi Krisis di Era Digital

oleh
oleh
Zarman Syah (kanan), dari Sekolah Jurnalis Indonesia (SJI) PWI Pusat. (Dok PWI Pusat)

Selain dari PWI, hadir pula narasumber dari organisasi pers nasional lain dan dosen komunikasi dari berbagai perguruan tinggi, yang menyorot pentingnya kerja sama lintas sektor dalam membangun sistem komunikasi publik yang tangguh.

Para akademisi menilai, Pasopati menjadi tonggak reformasi komunikasi lembaga publik di Indonesia – bukan hanya sebagai protokol krisis, tetapi juga sebagai model kolaborasi antara pemerintah dan pers.

“Krisis informasi hanya bisa diredam bila pemerintah dan media berbicara dengan bahasa yang sama: bahasa fakta,” kata salah satu akademisi yang hadir pada forum itu.

Refleksi dari Lapas Cipinang

Zarman Syah juga berpendapat, pengalaman berbicara di hadapan ratusan pejabat pemasyarakatan meninggalkan kesan mendalam.

Ia melihat perubahan paradigma bahwa lembaga pemerintah kini lebih terbuka terhadap masukan dari media dan akademisi. “Kini pemerintah tak lagi menutup diri. Mereka belajar dari jurnalis dan kampus tentang bagaimana membangun kepercayaan publik lewat komunikasi yang terbuka,” katanya, usai acara.

Menurutnya pedoman Pasopati menjadi “angin segar” dalam reformasi komunikasi publik, karena memberi ruang bagi keterlibatan multiunsur dalam satu visi bersama, demi menjaga reputasi lembaga dengan data, empati, dan keterbukaan.

Kegiatan yang berlangsung satu hari itu menjadi momentum penting bagi jajaran Kemenimpas dan seluruh UPT Pemasyarakatan di Indonesia dalam memperkuat sinergi lintas lembaga.
Kemenimipas berharap pedoman Pasopati menjadi pondasi baru bagi komunikasi publik pemerintah yang humanis, profesional, dan terpercaya.

“Krisis adalah ujian reputasi, dan reputasi hanya bisa dijaga dengan komunikasi yang jujur,” tutup Zarman Syah.

No More Posts Available.

No more pages to load.