Kontroversi Purbaya bukan soal gaya bicara yang keras, tetapi isi dari kata-katanya:
“Siapa pun yang maling uang rakyat, saya sikat. Saya tidak bisa disogok.”
Konflik pun tak terhindarkan:
“Anda memakai lambang menteri, tapi tidak ada koordinasi yang bagus. Tidak ada gunanya!”
Serangan langsung dari kolega kabinet ini, di depan publik, mengandung pesan bahwa perang kepentingan telah meletup di permukaan. Namun Purbaya membalas dengan kalimat yang lebih dalam:
“Saya hanya bertanggung jawab kepada RI-1.”
Sebuah deklarasi bahwa ketaatannya bukan pada jaringan kuasa, melainkan pada mandat rakyat yang diwakili oleh pemimpinnya.
Sikap terbuka ini dianggap menyegarkan di tengah budaya birokrasi yang masih kental dengan tata krama formal. Banyak warganet terutama generasi muda memuji gaya komunikasi ini sebagai tanda ketegasan dan kejujuran pejabat publik. Gaya komunikasi yang terlalu blak-blakan juga berpotensi memunculkan gesekan dengan birokrat senior yang terbiasa dengan pendekatan diplomatis.
Di sinilah menariknya sosok Purbaya, ia bukan hanya teknokrat, tetapi juga komunikator publik yang menembus sekat formalitas birokrasi.
Simbol Pergeseran Budaya Kepemimpinan
Kemunculan Purbaya dapat dibaca sebagai simbol pergeseran budaya kepemimpinan ekonomi Indonesia.






