Bamus Betawi Jangan Jadi Organisasi Eksklusif

oleh
oleh

Jakarta, sketsindonews – Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah mengkritisi sekaligus berharap Badan Musyawarah Masyarakat (Bamus) Betawi tidak tumbuh menjadi organisasi eksklusif yang hanya ‘menganak emaskan’ keturunan Betawi murni, namun mengerdilkan, bahkan meminggirkan eksistensi warga Betawi berdarah campuran.

Harapan ini disampaikan menyusul terbelahnya organisasi budaya itu akibat pemilihan Ketua Umum baru untuk periode 2018-2023 dalam gelaran Musyawarah Besar (Mubes) VII pada 1-2 September 2018 di Plaza Twin Hotel, Jakarta Barat.

Bahkan pada Minggu (21/10/2018), salah satu kubu yang menamakan diri Penyelamat Bamus Betawi, menggelar Munas VII di Ancol, Jakarta Utara, untuk memilih pengurus Dewan Adat Bamus Betawi.

Dewan yang diisi para tokoh sepuh Betawi itu memiliki tugas memilih ketua umum baru untuk periode 2018-2023, sehingga otomatis jika tugas telah dilaksanakan, kedua kubu ini masing-masing memiliki ketua umum karena saat Mubes pada 1-2 September, Caleg PAN untuk DPR RI, Abraham Lunggana, terpilih secara aklamasi sebagai ketua umum. Meski tidak diakui kubu Penyelamat Bamus Betawi.

“Menurut saya, Betawi murni atau Betawi tidak murni, sama saja, selama di dalam darah dan nasab (silsilah keluarga)-nya ada keturunan Betawi, dan peduli pada apa pun yang terkait dengan ke-Betawi-an,” tandas Amir. (23/10)

Aktivis senior yang telah malang melintang di Jakarta sejak 1970-an ini menilai, jika salah satu kubu di tubuh Bamus Betawi tetap “memainkan” isu keturunan Betawi murni, hal tersebut justru hanya akan memperuncing persoalan dan mempertajam perpecahan, karena warga Betawi berdarah campuran akan merasa dianaktirikan, diperlakukan tidak adil, dan peluangnya untuk ikut melakukan yang terbaik demi kemajuan Betawi, di hambat.

Kalau sudah begini, jelas Ketua Budgeting Metropolitan Watch (BMW) itu, perjuangan suku Betawi untuk menjadikan budayanya sebagai tuan rumah di daerahnya sendiri, yakni Jakarta, sebagaimana dipayungi Perda Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Budaya Betawi dan Pergub Nomor 229 Tahun 2016 tentang Petunjuk Penyelengaraan Pelestarian Budaya Betawi, akan terseok-seok karena terganggu oleh konflik di internal organisasi budaya tersebut. .

Padahal di era kepemimpinan Zainuddin dan Abraham Lunggana sebagai ketua umum dan wakil ketua umum periode 2013-2018, implementasi Perda dan Pergub itu sangat bagus.

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.