Home / Berita / Fakta Mengejutkan Dalam Kasus Ijazah Palsu STT Setia

Fakta Mengejutkan Dalam Kasus Ijazah Palsu STT Setia

Jakarta, sketsindonews – Saksi Pelapor kasus ijazah palsu Sekolah Tinggi Teologia Injili Arastamar (STT Setia), Willem Frans Ansyanay, mengatakan bahwa masalah pendidikan nasional merupakan tanggungjawab negara.

“Tanggungjawab negara atas nasib generasi muda penerus NKRI di seluruh Indonesia dan khususnya di tanah Papua,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (08/5).

Dia mengharapkan agar masyarakat desa di Papua harus dididik oleh guru-guru yang sehat secara lahiriah dan bathiniah, karena tercukupi kesejahteraan hidup mereka di pedalaman Papua agar dapat terus mengabdi dan mendidik nasyarakat disana. “Sebagai pendidik atau guru mereka harus diberikan keadilan dan kesejahteraan,” katanya.

Dengan adanya kasus ijazah palsu untuk program Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) yang diterbitkan oleh STT Setia, menurut Ketua Barisan Merah Putih ini justru berbanding terbalik.

“Apa yang mereka para guru alami berbanding terbalik 180 derajat, mereka tidak dianggap sebagai pejuang pendidikan yang sedang berjuang mendapatkan keadilan dari para terdakwa sehingga mereka memberanikan diri menjumpai pelapor memberi kuasa utk membela para guru tersebut,” ungkapnya.

Frans memaparkan bahwa cukup lama proses para korban yakni antara 10 hingga 15 tahun, menjadi guru tanpa ada perhatian bagi nasib mereka, karena ijazah yang mereka peroleh tidak diakui oleh negara.

“Dalam hal ini saya ingin katakan negara tidak salah karena itu Undang-undang sisdiknas dijadikan regulsi bagi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia oleh siapa saja yang berniat membuka perguruan tinggi,” katanya.

Ditambahkan bahwa pada tahun 2003 UU Sisdiknas No 20 sebagai rujukan operasional pendidikan umum, lalu pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2009 STT Setia menyelenggarakan prodi PGSD.

“Pertanyaannya kenapa tidak diurus perijinannya ke dirjen dikti?,” ujarnya.

“Jadi saya tegaskan negara tidak salah, para petinggi STT Setia sebagai terdakwa harus koreksi dirilah,” tambahnya.

 

Ada Perjanjian Di PGSD

Lanjutnya, hal lain yang menjadi sorotan saksi pelapor adalah jika terdakwa mengatakan Prodi PGSD diadakan untuk keperluan internal maka, Frans memastikan bahwa pihaknya memiliki dokumen lain sebagai bukti bahwa alumni prodi PGSD STT Setia dijanjikan oleh terdakwa untuk dapat mendaftar sebagai PNS di Papua.

“Tidak ada larangan atau pengumuan seperti yang diutarakan pada persidangan senin kemarin tgl 7 Mei 2018, bahwa alumni PGSD ini tidak boleh mendaftar sebagai PNS, dokumen tersebut ditandatangani oleh alumni PGSD dan terdakwa sebagai rektor dan diketahui oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Papua. Dokumen ini sudah diserahkan kepada majelis hakim dalam persidangan,” ungkapnya.

Bukti perjanjian alumni dengan pihak STT Setia. (Sumber: Frans)

Frans meyakini hal tersebut dapat menjadi penarik untuk mengukuti perkuliahan di STT Setia dengan program PGSD, karena untuk menjadi guru di Papua bisa diangkat jadi PNS yang diperkuat dengan adanya tanda tangan Kadis Pendidikanan pemda Papua.

“Saya kira inilah yang menarik untuk disimak secara baik-baik sebab bisa saja ada praduga bahwa inilah modus diselenggarakan prodi PGSD karena ada konpensasi pemberian kepada institusi STT Setia dari gaji alumni sebagai PNS di Papua itu sebesar 10%, Ya semacam kegiatan penyedia jasa tenaga guru yang bisa dicontohkan seperti pengelola TKI yang bekerja di Luar Negeri,” paparnya.

Terkait pernyataan-pernyataan terdakwa dan kuasa hukumnya di persidangan, Frans mempersilahkan untuk mereka berkelit dan membela diri.

“Ada juga pernyataan PH terdakwa dibilang kasus ini adalah kriminalisasi kepada terdakwa, Apakah tidak terbalik?, Bisa dilihat para alumni PGSD yang dibilang orang dari kampung sedang menuntut haknya karena mereka juga membayar selama kuliah sebagai kewajiban belajar disana,” katanya.

“Mereka (korban) sudah lebih dahulu berada dalam arena kriminalisasi,” tegasnya.

Lebih jauh, Frans mengatakan bahwa sebagai saksi pelapor yang sedang membela nasib para guru asli Papua, serta guru alumni PGSD ini diwilayah NKRI lainnya, dia meyakini bahwa Tuhan sudah memberikan jawaban lewat tanda heran yang satu kepada tanda heran yang lain, dimana semua persoalan terbuka dalam persidangan di Pengadilan.

“Kalau ada pihak-pihak yang berdemo minta hakim yang lama kembali
memimpin sidang perkara PGSD justru menjadi pertanyaan ada apa. Apakah ada udang dibalik batu? Saya ingin balikan fakta bahwa ada batu tindis udang sehingga udangnya mati,” tandasnya.

Sebagai informasi, kasus ijazah palsu tersebut saat ini sedang dipersidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) dengan Rektor STT Setia, Matheus Mangentang dan Direktur STT Setia, Ernawati Simbolon sebagai terdakwa dengan nomor perkara 100/Pid.Sus/2018/PN Jkt.Tim, diancam pidana dalam Pasal  71 Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan nasional Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Dipertengahan perjalanan sidang, pengadilan juga sempat mengganti Ketus Majelis yang sebelumnya dipimpin oleh Antonius Simbolon dengan hakim anggota Dwi Dayanto dan Nun Suhaini.

Saat ini Ketua Majelis dipegang oleh Nun Suhaini dengan hakim anggota Dwi Dayanto serta Ninik Anggraini.

(Eky)

Check Also

POLYTRON Peduli: Berbagi Ribuan Masker dan Air Purifier ke Sekolah Dasar, Hadapi Polusi Udara yang Buruk di Jakarta

POLYTRON, sebagai salah satu pelopor merk inovasi elektronik terkemuka, telah memulai sebuah program Corporate Social …

Watch Dragon ball super