Jakarta, sketsindonews – Kendati Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan meninggalkan banyak problem di bidang demokrasi dan hak asasi manusia, namun masyarakat pers teguh berkeyakinan bagi pers yang berlaku tetap UU Pers.
”Prinsipnya, UU yang khusus menyingkirkan UU yang bersifat umum, kecuali dinyatakan lain dalam UU yang belakangan,” ujar mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) , Prof. Bagir Manan, dalam Diskusi Publik, di sekretariat PWI Pusat, Jakarta, Kamis (22/12).
Pada diskusi publik yang diikuti pengurus PWI di seluruh Indonesia melalui online, selain Bagir Manan tampil juga sebagai pembicara, dosen Universitas Brawijaya dan aktivis HAM Al Araf, serta pakar hukum pers dan Kode Etik Jurnalistik Wina Armada Sukardi. Bertindak sebagai moderator Agus Sudibyo.
Menurut Bagir Manan, hukum yang baik harus dibuat dengan adil dan bertanggung jawab. Adil harus memberikan kepuasan sebanyak mungkin oranng. Kalau ada banyak yang tidak puas, harus dicari dimana letak ketidakpuasanya.
Adapun bertanggung jawab, jelas mantan ketua Dewan Pers itu, ada dua. Pertama, tanggung jawab politik, dan kedua tanggung jawab moral.
“Dalam konteks ini jangan sampai pelaksanaan KUHP nanti menjadi kesewenang-wenanga yang menjadi ketidakpuasan banyak orang,” kata Bagir.
Dalam acara itu Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari menegaskan, kemerdekaan pers tak mungkin dilepaskan dari dukungan masyarakat yang demokrasi. Keduanya saling berkaitan erat karena saling mempengaruhi.
”Di sinilah kami melihat beberapa pasal KUHP bermasalah dalam mengembangkan masyarakat yang demokrasi,” tegas Atal.
Selanjutnya Atal mengungkapkan, pihaknya akan menyusun program untuk mensosialisasikan problem-problem KUHP sekaligus mencari jalan terbaik untuk mengatasinya.