Pelaku ‘HOAX’ Quick Count Harus Dihukum Seperti Koruptor

oleh
oleh
banner 970x250

Jakarta, sketsindonews – Elit politik harus bersikap layaknya seorang negarawan. Mengutamakan negara maupun kepentingan masyarakat di atas nafsu pribadi untuk berkuasa. Jangan gelap mata sampai menghalalkan segala cara untuk memenuhi keinginan pribadi. Hal tersebut diutarakan oleh Pengamat Komunikasi Politik Lulusan Master of Arts dari University of Leicester, UK Silvanus Alvin, S. I.Kom, MA melalui siaran pers, Minggu (21/4).

Terkait dengan polemik perbedaan pendapat soal quick count, menurutnya aparat penegak hukum perlu turun tangan dalam melakukan investigasi. Karena bukan hanya masyarakat yang terpecah melainkan bangsa kita juga jadi korban di sini.

“Di era post truth, individu hanya ingin memercayai apa yang mereka kehendaki saja,” katanya.

Silvanus mengatakan bahwa kondisi demikian tidak bisa dibiarkan, kebenaran yang hakiki haruslah yang dijunjung tinggi.

“Mereka yang dengan sengaja menyebarkan informasi palsu serta menyesatkan atau hoaks terkait hasil quick count Pilpres harus dihukum dengan tegas,” tegasnya.

Lanjutnya, hukuman bagi para pelaku harus setara dengan para koruptor. Kalau koruptor yang mencuri uang rakyat, masih ada teknis agar koruptor mengembalikan uang curian ataupun disita asetnya.

“Kalau pelaku hoaks, akan sangat sulit direhabilitasi masyarakat yang sudah menerima terpaan hoaks. oleh karena itu, dampak dari hoaks sangat berbahaya dalam mengancam persatuan Indonesia,” ujarnya.

Lembaga survei di bawah naungan Persepi yang dituduh menggiring opini publik sudah membuka ‘dapur’ mereka. Kini saatnya pihak penuduh yang membuka data dan metodologi.

Pembuktian harus transparan. Kalau perlu, tegas Silvanus, media menanyangkan secara live. Biar publik tahu mana yang benar dan salah. Jangan biarkan polemik saling klaim hasil quick count tenggelam begitu saja seperti 2014.

“Hal ini diperlukan agar masyarakat tahu mana yang benar dan yang salah,” katanya.

Tidak hanya itu, menurutnya pembuktian dari polemik saling klaim quick count ini juga untuk menjaga marwah dunia akademis. Bahwa dunia akademis harus objektif.

“Jangan sampai dunia akademis malah dipolitisasi, apalagi dimanfaatkan sampai berdampak memecah bangsa,” himbaunya.

“Saya menyarankan individu maupun kelompok yang terbukti memainkan quick count dengan data dan metodologi ngawur untuk diberi sanksi berupa 1. black list agar tidak boleh lagi terlibat dalam proses quick count. 2. Meminta maaf secara terbuka ke masyarakat umum di media dan juga diunggah ke media sosial agar diketahui masyarakat,” tambahnya.

Terakhir dia juga berharap agar para pelaku harus membongkar alasan melakukan penyesatan informasi.

“Apakah disuruh oleh orang maupun pihak tertentu? Kalau iya, haruslah mereka mengungkap siapa dalangnya. polisi diharapkan mengusut tuntas tanpa melihat latar belakang orang tersebut,” tandasnya.

(Eky)

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.