Pilpres 2019 dan Media Tidak Netral

oleh
oleh

Jakarta, sketsindonews – Bagaimana menyikapi pilpres 2019 dimana media sebagai ujung tombak informasi sudah tidak lagi menjaga tatanan netralitas, sisi lain media sudah menjadi industri dan konsumsi publik dalam mencari sebuah pembenaran.

Masyarakat Indonesia akhir-akhir banyak sekali yang protes media. Salah satu media yang diprotes keras ialah Metro TV. Media ini sudah di boikot Tim Kampanye Nasional Prabowo-Sandi, karena dianggap partisan – hanya menjadi corong calon Presiden dan calon Wakil Presiden serta partai politik tertentu.

Protes masyarakat diungkapkan di media sosial, tetapi bak pepatah “anjing menggonggong kafilah berlalu”. Protes masyarakat bagaikan angin lalu tidak dihiraukan atau dipedulikan, terang Prof Dr Musni Umar sosilog Universutas Ibnu Chaldun Jakarta. (7/11)

Pasalnya, pimpinan partai politik dan juga pemilik media telah menjadi penyokong utama pasangan calon Presiden (Capres) dan calon Wakil Presiden (Cawapres) petahana (incumbent). Konsekuensinya, gerbong mereka seperti media yang dimiliki dan dikelola, secara total mendukung pasangan Capres dan Cawapres yang  dijagokan bosnya.

Selain itu, kalau ada tokoh partai politik, pengusaha besar, mantan penguasa yang nampak beroposisi akan dicarikan kasus hukum yang bisa menyeret yang bersangkutan untuk menjadi tersangka, sehingga mengalami kesulitan jika tidak menyokong penguasa, terang Musni.

Contoh dalam kasus ini ialah Hary Tanoesoedibyo, President/CEO MNC Group, gara-gara mengirim sms kepada Kejaksaan Agung RI yang rada mengancam kemudian dijadikan tersangka, sehingga terpaksa berbalik haluan 100 persen – memihak total kepada penguasa berikut media yang dimiliki. Hal itu dilakukan untuk menghindar proses hukum dan menjaga keselamatan bisnis media yang dipimpinnya dan jaringan bisnis lainnya.

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.