Sebelum Diberhentikan, Hanibal Sempat ‘Diancam’ Menteri Desa PDTT

oleh
oleh
Hanibal Hamidi usai membuat gugatan di PTUN, Rabu (15/11/17). (Foto: Eky/sketsindonews.com)

Namun, diungkapkan Hanibal, bahwa Menteri justru tidak memberikan respon yang baik dengan adanya surat keberatan tersebut.

“Justru membuat pernyataan yang dipublikasikan melaui pers nasional bahwa kami dikaitkan dengan kasus OTT Penyuapan Oleh pejabat KDPTT pada Pejabat BPK yang berdasarkan pembuktian dalam persidangannya untuk menutupi adanya anggaran negara yang tidak dapat dipertanggungjawabkan pada tahun 2013-2016 yang terbesar berada di Satker Transmigrasi, satker PPMD dan PDT, sebesar sekitar 4 Trilyun, melalui perubahan hasil audit BPK tahun 2016, yang seharusnya Opini WDP, menjadi WTP,” ungkapnya.

Sehingga Hanibal merasa ada tujuan membunuh nama baiknya, membawa kasus tersebut ke PTUN untuk pembuktian dan keadilan atas semua prasangka ini.

“Tetapi apa yang terjadi di PTUN, adalah menolak pengajuan perkara kami untuk diterima menjadi perkara yang dapat disidangkan oleh PTUN untuk meneliti dan memeriksa apakah SK pemberhentian saya telah sesuai dengan peraturan perundangan yang ada?,” ujarnya.

Karena, Hanibal meyakini bila ada persidangan untuk pembuktian kebenaran substansi SK tersebut, dipastikan kemenangan ada dipihaknya.

“Karena jelas sekali dari prosedur maupun substansi obyek adminitasi pemerintahan tersebut, sangat nyata tidak berkesesuaian dengan substansi dan prosedur terbitnya SK tersebut, yang sejalan dengan rekomondasi Komisi ASN no B 323/KASN/122017 Hanya sayangnya Upaya untuk pembuktian tersebut terganjal oleh adanya keputusan PTUN yang kami sulit memahami, apa yang menjadi dasar keputusan tersebut, menolak pengaduan kami hanya dengan alasan “tidak memenuhi syarat” karena surat keberatan yang saya ajukan, seharusnya dialamatkan kepada Presiden sebagai atasan Menteri Desa PDTT,” ujarnya.

“Saya selaku peserta didik program Doktoral di IPDN sangat tidak memahami mengapa hakim tidak sama pemahamnya tentang “atasan langsung yang berwenang menghukum” dari seorang pejabat JPT Pratama (Direktur) seperti saya,” tambahnya.

Hanibal juga mengatakan bahwa hal ini menjadi pertanyaan banyak rekannya yang memahami UU Administrasi Pemerintahan sebagai instrumen penyelenggaraan negara agar sesuai kewenangan yang dimiliki masing masing penegamban jabatan pemerintahan.

“Ada apakah? Sebesar apakah kepentingan di belakang pengaduan perkara kami ini ? Untuk itu kami terima keputusan PTUN sebagai warga negara yang patuh hukum, tetapi terus berjuang menegakkan kebenaran dan kepentingan penyelanggaran berbangsa dan bernegara dalam semangat “reformasi” melalui Ombustman dan lembaga komisi yudisial, mohon doa dari semuanya,” paparnya.

“Demikian, untuk menjadi periksa atas kebenaran yang sesungguhnya dan pertanggungjawaban masing-masing pihak secara “ksatria” nantinya,” tutup Hanibal.

(Eky)

No More Posts Available.

No more pages to load.