Presiden tidak boleh mencampuri pelaksanaan tugas penegakan hukum yang dilakukan oleh badan yudikatif karena kekuasaan kehakiman sebagaimana disebut oleh Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 dijamin sebagai kekuasaan yang merdeka dan harus bebas dari campur tangan kekuasaan manapun termasuk dari Presiden sekalipun.
Presiden tidak boleh mencampuri kekuasaan yudikatif karena sangat dimungkinkan Presiden beserta jajaran di bawahnya menjadi pihak yang bersengketa di pengadilan melawan masyarakat atau badan hukum tertentu. Untuk itu badan peradilan harus dijamin kemerdekaan agar dalam memberikan putusan tidak berada dalam ancaman pihak manapun dan dapat independen dalam membuat keputusan.
Jika kemudian ada anggapan Presiden adalah petugas penegak hukum yang tertinggi di negara karena Presiden membawahi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Kejaksaan RI yang salah satu kewenangannya adalah melaksanakan fungsi-fungsi yakni penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan maka perlu diingat bahwa UUD 1945, Kita Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), UU Polri dan UU Kejaksaan telah memberikan jaminan bahwa lembaga tersebut dalam menjalankan tugas penegakan hukum tetap harus bebas dari campur tangan Presiden mengingat penegakan hukum sebagai suatu sistem yang dimulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan peradilan merupakan sistem penegakan hukum terpadu yang harus bebas dari segala kepentingan orang perorangan termasuk kepentingan Presiden dan jajarannya.