7 Alasan Buruh Indonesia Gelar Mogok Nasional

oleh
oleh
Presiden KSPI yang juga Presiden FSPMI, Said Iqbal, saat jumpa pers, di Jakarta Pusat. (Foto: sketsindonews.com)

Selain itu, UMSK harus tetap ada. Sebab tidak adil, jika sektor otomotip seperti Toyota, Astra, dan lain-lain atau sektor pertambangan seperti Freeport, Nikel di Morowali dan lain-lain, nilai UMK-nya sama dengan perusahan baju atau perusahaan kerupuk.

“Karena itulah di seluruh dunia ada Upah Minimum Sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDP negara,” lanjutnya.

Sebagai jalan tengah, penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan UMSK bisa dilakukan di tingkat nasional untuk beberapa daerah dan jenis industri tertentu saja. Jadi UMSK tidak lagi diputuskan di tingkat daerah dan tidak semua industri mendapatkan UMSK, agar ada keadilan. Sedangkan perundingan nilai UMSK dilakukan oleh asosiasi jenis industri dengan serikat pekerja sektoral industri di tingkat nasional.

“Jadi upah minimum yang diberlakukan tidak harus sama rata sama rasa, karena faktanya setiap industri berbeda kemampuannya. Karena itu masih dibutuhkan UMSK,” ujar Said Iqbal.

Kedua. Buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.

Nilai pesangon yang berkurang, walaupun dengan skema baru yaitu 23 bulan upah dibayar pengusaha dan 9 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan tidak masuk akal. Tanpa membayar iuran tapi BPJS membayar pesangon buruh 9 bulan, dari mana BPJS mendapat sumber dananya?

Ketiga. PKWT atau kontrak seumur hidup tidak ada batas waktu kontrak. Dalam hal ini, buruh menolak PKWT seumur hidup.

Keempat. Outsourcing pekerja seumur hidup tanpa batas jenis pekerjaan yang boleh di outsourcing. Padahal sebelum, outsourcing dibatasi hanya untuk 5 jenis pekerjaan. Buruh menolak outsourcing seumur hidup.

Menurut Said Iqbal, karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup menjadi masalah serius bagi buruh. Dan ini akan dilakukan penolakan besar-besaran.

Dia juga mempertanyakan, siapa yang akan membayar Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk karyawan kontrak dan outsourcing? Sebab tidak mungkin buruh membayar kompensasi untuk dirinya sendiri dengan membayar iuran JKP.

No More Posts Available.

No more pages to load.