Kelima, interaksi masyarakat yang bermakna, yaitu kemampuan melakukan mobilasi, menghubungan sumber daya dari komunitas agama kepada pihak-pihak lain yang terkait, dan memiliki Interaksi masyarkat yang bermanfaat. Kemampuan menjadi penghubung: mempunyai nomor kontak BNPB, Camat, Lurah, RW dan lain-lain.
Keenam, pemahaman srategi dukungan psikososial. Tokoh agama bukanlah sosok yang dapat memenuhi semua kebutuhan korban bencana, tetapi tokoh agama dapat memberikan dukungan psikososial kepada korban, penyintas keluarga dan atau masyarakat.
Ketujuh, memahami Dampak Psikologi Awal (DPA) dan Aplikasinya.
Kedelapan, menguasai pemahaman tentang kerentanan. bahwa penyintas dapat mendapatkan dampak negatif dari bencana, sangat terpukul, stress bahkan depresi. Ulama dapat melakukan tindakan agar penyitas diajak untuk mengingat Allah SWT, memperbanyak dzikir dan lain-lain.
Akhir kalam, tentu kedelapan kompetensi ini dapat dimiliki oleh ulama melalui sebuah pendidikan dan pelatihan, seperti melalui TOT yang diselenggarakan oleh Wahana Visi Indonesia yang didukung oleh USAID ini. Dan diharapan TOT seperti ini dapat diselenggarakan lebih banyak dan lebih intens lagi oleh Wahana Visi Indonesia untuk alim ulama di berbagai daerah di Indonesia yang rawan bencana.
Jazaakumullaah khairan, Wahana Visi Indonesia!
(Nanorame)






