Keputusan Mahkamah Konstitusi itu memang benar mengikat, namun publik perlu tahu bahwa yang dieksekusi oleh Putusan Mahkamah Konstitusi itu adalah Undang – Undang, bukan seluruh peraturan perundang-undangan dan wajib ada pihak pelaksana/eksekutor putusan.
Semua itu sesungguhnya telah diatur pada undang-undang nomor 12 tahun 2011 pada pasal 10 ayat (2) menyebutkan: “Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan oleh DPR atau Presiden”, diperjelas pula dalam penjelasanya bahwa: “Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum”.
Berdasarkan pengaturan undang-undang nomor 12 tahun 2011 pasal 10 ayat (2) tersebut sangat jelas mengatur bahwa setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang mengakibatkan adanya Perubahan Norma pada suatu Undang – Undang maka DPR atau Presiden lah yang berwenang melaksanakan perubahan pada Undang – Undang dan pada pasal penjelas telah tegas mengatakan bahwa perintah terhadap DPR dan Presiden bertujuan untuk menghindari kekosongan hukum, artinya setelah putusan mahkamah konstitusi dibacakan maka pasal yang diputus itu mengakibatkan Vacuum of Norm (Kekosongan Norma), hukumnya kosong karena kehilangan norma sebelumnya akibat digantikan dengan norma baru berdasarkan putusan, sehingga pembentukan pasal baru berdasarkan norma baru sesuai putusan itu menunggu dibentuk oleh DPR atau Presiden tanpa melalui Prolegnas karena bersifat mendesak.