Yudhis juga menyampaikan, dari hasil penelusuran Re-LUN, selama kepemimpinan Darmo, Nepotisme atas nama ‘pro hire’ (Profesional Hire) di tubuh PLN juga sangat mencolok
“Memang tidak ada larangan merekrut pejabat pro hire dan itu hal umum di sebuah koorporasi. Lantas orang yang bagaimana yang pantas direkrut? Bagaimana integritas, kredibilitas dan latar belakangnya? Tentunya yang direkrut itu sosok yang mumpuni sesuai kebutuhan PLN. Bukan sebaliknya malah mengedepankan nepotisme, atau mengutamakan kalangan keluarga atau koleganya yang ditempatkan di posisi ‘basah’ sekalipun tidak mampu bekerja,” tegasnya.
Salah satu sosok pejabat dari pro hire yang kini menjadi sorotan adalah berinisial PAS yang saat ini menduduki posisi Executive Vice President (EVP) di PLN.
“Ini orang masih berusia 30 tahun, sudah dapat posisi EVP PLN setingkat Kadiv di Kepolisian RI, padahal kalau pegawai PLN murni paling cepat menduduki jabatan tersebut di atas usia 40 tahun, informasinya dia terima gaji di atas 70 juta, belum lagi fasilitas dari PLN yang berhak diterimanya, tapi bagaimana kinerjanya, bisa kerja gak? Coba tanya pegawai dijajarannya,” sesal Yudhis.
“Dan informasinya orang ini keponakan dari istri petinggi PLN. Bayangkan, bagaimana perasaan pegawai PLN yang berkarir dari bawah yang belum tentu bisa menempati posisi EVP. Tapi ini orang dengan mudahnya dapat posisi itu. Apa butuh PLN dengan orang seperti ini meski pengangkatan pejabat pro hire sah-sah saja,” imbuhnya.
Kemudian, lanjut Yudhis, menempatkan orang-orang yang tidak layak, apalagi sampai melanggar Peraturan Direksi (Perdir), merupakan kesalahan fatal sebuah organisasi.