,

Terlibat Uang Palsu, Oknum PT Garuda Indonesia Juga Sebagai Direktur TKU

oleh -97 Dilihat
oleh
Ilustrasi Uang Palsu

Bayu Setyo Aribowo, oknum dari PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang saat ini sedang ramai dikaitkan dengan peredaran uang palsu diindikasikan juga sedang berada dalam pusaran permasalahan gagal bayar di PT Perikanan Indonesia (Perindo).

Dalam penelusuran sketsindonews.com, Bayu Setyo Aribowo atau BS selaku pemesan uang palsu dan dalam keterangan kepolisian disebut sebagai karyawan BUMN, tercatat sebagai Direktur CV Tuna Kieraha Utama (TKU).

Dari informasi yang berhasil kami himpun, CV. Tuna Kieraha Utama memiliki piutang kepada PT Perindo sebesar Rp 17.730.730.760,- yang tercatat dengan No. SPRJ-232/PERINDO/DIR.B/X/2019 tanggal 14 Oktober 2019.

Selanjutnya, terkait piutang tersebut CV. Tuna Kieraha Utama melakukan gugatan terhadap PT Perindo yang oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara ditolak, dimana gugatan tersebut tercatat degan Nomor: 403/Pdt.G/2021/PN Jkt. Utr.

Proses hukum di Pengadilan berlanjut dengan adanya banding dari PT. Perindo, dimana pada putusan dengan Nomor: 55/PDT/2022/PT DKI, mengabulkan gugatan PT Perindo dan menyatakan surat perjanjian dengan No. SPRJ-232/PERINDO/DIR.B/X/2019 tanggal 14 Oktober 2019 adalah sah dan menghukum CV Tuna Kieraha Utama melakukan pembayaran sesuai dengan isi perjanjian No. SPRJ-232/PERINDO/DIR.B/X/2019 tanggal 14 Oktober 2019.

Direktur CV Tuna Kieraha Utama (TKU) Bayu Setyo Aribowo belum merespon pertanyaan terkait perkembangan permasalahan dengan PT Perikanan Indonesia (Perindo).

Selain Bayu, hingga saat ini upaya konfirmasi yang dilakukan tim sketsindonews.com juga belum mendapat respon dari Komisaris CV TKU Sjafril Ruslim.

Dalam upaya menkonfirmasi perkembangan piutang CV TKU kepada PT Perindo sebesar Rp 17.730.730.760,- yang tercatat dengan No. SPRJ-232/PERINDO/DIR.B/X/2019 tanggal 14 Oktober 2019, setidaknya sudah dua kali Tim sketsindonews.com mendatangi kediaman Direktur dan Komisaris CV TKU.

Yakni pada 6 Februari 2025, dimana pada saat itu diterima oleh seorang ibu yang kemungkinan ART, dan kemudian dititipkan kontak agar disampaikan.

Kemudian, pada 7 Februari 2025, berhasil berkomunikasi dengan seorang Bapak yang sedang membersihkan mobil, mengatakan bahwa Sjafril Ruslim sedang beristirahat, kemudian diingatkan jika berkanan untuk berkomunikasi melalui kontak yang telah dititipkan sehari sebelumnya.

Terakhir, upaya konfirmasi dikirimkan melalui surat pada 12 Februari 2025, yang hingga saat ini juga belum mendapat respon.

Dalam pemberitaan sebelumnya dijelaskan bahwa terjadi dugaan tindak pidana korupsi pada Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) periode 2016-2019.

Dikutip dari antaranews.com, Perum Perindo diduga menunjuk mitra bisnis perdagangan ikan tanpa melalui proses verifikasi syarat pencairan dana bisnis perdagangan ikan. Selain itu, kontrol langsung di lapangan proses tersebut diduga tidak dilakukan dengan baik, sehingga menimbulkan transaksi-transaksi fiktif yang dilakukan oleh mitra perdagangan ikan Perum Perindo.

Transaksi fiktif tersebut menjadi tunggakan pembayaran mitra bisnis lainnya sebesar Rp176,8 miliar dan 279.810 dolar AS. Sehingga diduga terjadi tindak pidana korupsi selama proses tersebut.

Perkara ini dimulai saat perusahaan berencana meningkatkan pendapatan pada 2017 melalui penerbitan surat utang jangka menengah atau MTN dengan mendapatkan dana sebesar Rp200 miliar. Dana tersebut terdiri atas Sertifikat jumbo MTN Perum Perindo Tahun 2017-Seri A dan Sertifikat Jumbo MTN Perum Perindo Tahun 2017- Seri B.

Adapun tujuan MTN tersebut digunakan untuk pembiayaan di bidang perikanan tangkap. Namun, faktanya penggunaan dana MTN Seri A dan Seri B tidak digunakan sesuai dengan peruntukkan sebagaimana prospek atau tujuan penerbitan MTN Seri A dan Seri B.

Kejaksaan Agung mengendus adanya dugaan proses perdagangan bermasalah untuk mendapatkan nilai keuntungan melalui penerbitan MTN yang tidak sesuai hukum.

Masalah ditemukan pada kontrol transaksi mitra yang lemah sehingga mengindikasi terjadinya kemacetan transaksi.

Sikap PT Garuda

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk buka suara terkait oknum karyawan bernama Bayu Setyo Aribowo (BS) yang diduga terlibat dalam sindikat peredaran uang palsu di Bogor. Direktur Human Capital & Corporate Services Garuda Indonesia, Enny Kristiani, mengatakan Bayu merupakan karyawan nonaktif dengan status Cuti di Luar Tanggungan Perusahaan (CDTP) sejak 2022.

“Perlu kami sampaikan bahwa yang bersangkutan saat ini tengah menjalani program Cuti di Luar Tanggungan Perusahaan (CDTP) sejak tahun 2022.

Adapun hingga saat ini yang bersangkutan belum kembali melaksanakan kewajibannya sebagai pegawai aktif dan tidak tercatat menjalankan tugas dalam lingkup operasional perusahaan,” kata Enny dalam keterangannya, Minggu (13/4/25).

Ia menyatakan perusahaan akan memberikan langkah tegas, termasuk berkenaan dengan surat peringatan tingkat III (SP3). Pihak Garuda Indonesia mengatakan akan mematuhi setiap proses hukum yang berlangsung.

“Garuda Indonesia menegaskan komitmennya terhadap prinsip integritas dan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) serta mematuhi proses hukum yang berjalan,” ujar Enny.

“Untuk itu, Perusahaan juga akan melakukan langkah penegakan disiplin internal, termasuk melalui pengenaan sanksi kepegawaian sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dimana sanksi maksimal adalah berupa pemberian surat peringatan tingkat III (SP3). Adapun pengenaan sanksi kepegawaian tersebut akan turut mengacu pada perkembangan proses hukum yang saat ini tengah berlangsung,” tambahnya.

Garuda Indonesia mengingatkan setiap karyawan untuk menjunjung tinggi etika dan integritas. Perusahaan akan melaksanakan pengawasan secara intensif.

“Perusahaan juga secara berkelanjutan akan terus memastikan seluruh insan perusahaan menjunjung tinggi etika dan integritas dalam menjalankan tugasnya, melalui berbagai langkah peningkatan awareness serta melakukan upaya pencegahan, pengawasan dan pemantauan yang dilaksanakan Perusahaan secara internal,” katanya.

Awal Temuan Kasus

Perkara ini bermula dari temuan tas tertinggal berisi uang Rp 316 juta di dalam gerbong KRL di Stasiun Tanah Abang. Saat dicek, ternyata uang di dalam tas itu palsu sehingga polisi melakukan pengintaian terlebih dulu sampai seorang mengaku memiliki tas tersebut.

Setelahnya polisi membongkar asal usul uang palsu itu yang ternyata diproduksi salah satu pabrik di kawasan Bubulak, Kota Bogor. Polisi akhirnya menjerat total 8 orang tersangka, salah satunya merupakan pegawai BUMN yang berperan sebagai pemesan.

Berikut ini daftarnya:
1. BS selaku pemesan uang palsu/karyawan BUMN
2. BBU selaku pemesan uang palsu
3. MS berperan mengambil tas tertinggal berisi uang palsu yang dipesan BS
4. BI berperan sebagai penjual uang palsu
5. E berperan sebagai penjual uang palsu
6. AY berperan sebagai perantara penjual dengan pencetak uang palsu
7. DS berperan sebagai pencetak uang palsu
8. LB berperan membantu DS menyediakan tempat produksi uang palsu.

Polisi juga menggeledah pabrik uang palsu di Bogor dan menemukan sejumlah barang bukti, di antaranya peralatan untuk mencetak serta pecahan uang palsu yang siap diedarkan. Total uang palsu yang disita yaitu 23.297 lembar pecahan Rp 100 ribu atau setara Rp 3,3 miliar.

Selain itu ada pula uang pecahan USD 100 sebanyak 15 lembar yang juga diduga palsu.

Dari pemeriksaan sementara, polisi mendapati bahwa produksi uang palsu ini dilakukan setiap ada pesanan. Diketahui uang palsu Rp 300 juta dibayar dengan uang asli Rp 90 juta.

Para tersangka saat ini sudah ditahan dan dijerat dengan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang juncto Pasal 244 KUHP Pidana dan/atau Pasal 245 KUHP.

“Ancaman pidana dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun,” kata Kapolsek Tanah Abang Kompol Haris Akhmat Basuki.

No More Posts Available.

No more pages to load.