Hamparan sawah di Solok, Sumatera Barat, menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari Agus Alfajri (13). Sepulang sekolah, ia terbiasa membantu orang tuanya dengan mencari rumput di pematang sawah. Sebagian rumput digunakan untuk pakan ternak keluarga, sementara sisanya dijual demi menambah penghasilan.
Sebagai anak bungsu dari enam bersaudara, Agus tumbuh dalam kondisi ekonomi yang terbatas. Ayahnya bekerja sebagai petani dengan penghasilan yang tidak menentu, membuat kebutuhan sehari-hari sering kali sulit terpenuhi. Kondisi ini bahkan sempat mengancam kelangsungan pendidikannya di Jorong Koto Baru Tambak.
Meski demikian, Agus tidak pernah mengeluh. Ia memilih membantu orang tuanya dengan penuh keikhlasan. Setiap hari ia bangun pagi, bersekolah, lalu kembali ke sawah, sebelum menutup hari dengan mengaji di surau dekat rumah. Keterbatasan ekonomi membuat waktu belajar dan pola makan Agus tidak teratur.
Perubahan besar terjadi ketika Agus diterima di Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 5 Solok. Awalnya, ia merasa berat harus berpisah dengan keluarga. Namun, suasana sekolah yang nyaman, dukungan guru, dan kebersamaan dengan teman-teman baru membuatnya perlahan merasa betah.
Di SRMP 5 Solok, Agus merasakan kehidupan yang lebih teratur. Ia bisa belajar dengan tenang, makan cukup, dan beristirahat dengan baik. Lingkungan ini mendorong semangat belajarnya hingga ia dipercaya menjadi Ketua OSIS, sebuah pencapaian yang sebelumnya tak pernah ia bayangkan.
Agus bercita-cita menjadi tentara agar dapat melindungi keluarga dan mengabdi kepada bangsa. Ia juga menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah memberinya kesempatan untuk terus belajar dan meraih masa depan yang lebih baik.






