Dampak Perubahan Iklim: Tantangan dan Solusi di Hari Pangan Sedunia 2023

oleh
oleh

Di negara kita telah terjadi degradasi lahan akibat pemakaian pupuk dan pestisida berlebihan sejak revolusi huijau tahun 1970 sampai saat ini.

Keberpihakan pemerintah terhadap sumber daya yang berkelanjutan untuk kemandirian tidak diperhatikan , alih alih menambah cabang kerusakan dengan ekploitas tambang yang tarus menggila, alih fungsi lahan, ketergantungan impor dll sehingga menjadi potret gelap dalam dunia pangan. Akibatnya bisa kita rasakan saat ini : tekanakan ekonomi, perubahan iklim global memaksa semua elemen tumbang karena negara kita tidak siap.

Mengatasi krisis pangan terutama beras tidak dengan impor atau buat program “kagetan” seperti program “Pendamping Beras” dengan sumber lain seperti ubi, pisang dll. Percuma saja kalau tanahnya terus dirusak dan diracun atau masih ketergantungan dengan pupuk kimia, itu hanya memindahkan masalah ke tempat lain. Sebaiknya Pemerintah mulai serius menyelamatkan ketahan pangan dengan kebijakan fundamental ciptakan kantong / lumbung papuk & lumbung pakan untuk mengisi lumbung pangan. Semua komponen ini ada di desa, dengan Teknologi Biosoildam MA-11 semua dapat diwujudkan dengan cepat , mudah dan terukur.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa impor bahan pangan Indonesia mencapai US$ 16,09 miliar atau sekitar Rp 248,63 triliun pada tahun 2022. Impor pangan terbesar termasuk gandum, gula, kedelai, susu, daging, dan buah-buahan. Negara-negara seperti Australia, Kanada, Brasil, Argentina, dan Ukraina menjadi penyuplai utama gandum.

Perlu dicatat bahwa Indonesia harus mengimpor gandum karena tidak memproduksinya sendiri, meskipun mie instan yang sangat populer di Indonesia terbuat dari gandum.

Impor gula juga mencapai angka yang besar, hampir US$ 3 miliar atau sekitar Rp 46,35 triliun. Impor kedelai juga signifikan, dengan RI hanya memproduksi 200 ribu ton per tahun pada 2021, jauh di bawah kebutuhan. Kedelai digunakan dalam makanan seperti tempe dan tahu, yang sangat disukai oleh masyarakat Indonesia.

Sebanyak 80% kebutuhan susu Indonesia masih bergantung pada impor, mencapai US$ 1,31 miliar atau sekitar Rp 20,24 triliun. Meskipun ada potensi produksi lokal, beberapa bahan pangan, seperti buah-buahan, kedelai, bawang putih, jagung, dan garam, masih diimpor dalam jumlah besar.

Pemerintah Indonesia telah mengambil inisiatif dengan program Food Estate yang dirancang untuk mengantisipasi krisis pangan. Namun, program ini masih menghadapi sejumlah kendala, termasuk sumber daya petani dan lahan yang dibutuhkan.

Presiden Jokowi mengakui bahwa mengembangkan Food Estate di berbagai wilayah bukan tugas yang mudah. Keberhasilan dalam panen biasanya baru terjadi pada tanaman keenam atau ketujuh, menggarisbawahi kompleksitas tantangan di lapangan.

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.