Kalah Di PTUN, BPOM Diminta Batalkan Pemberhentian Sapari

oleh
oleh
Mantan Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Surabaya, Sapari usai sidang di PTUN DKI Jakarta, Rabu (08/5). (Dok. sketsindonews.com)

Jakarta, sketsindonews – Perjuangan mantan Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Surabaya, Sapari menggugat Kepala BPOM di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta mencapai akhir.

Dalam sidang Rabu (08/5), Majelis Hakim yang dipimpin oleh M. Arief Pratomo akhirnya mengabulkan gugatan yang tercatat dengan nomor perkara 294/G/2018/PTUN.JKT tersebut.

Ada 5 point yang dibacakan oleh Mejelis Hakim dalam amar putusannya, yang menyatakan bahwa esepsi tergugat tidak dapat diterima, dan mengabulkan seluruh gugatan penggugat.

Membatalkan surat putusan BPOM tentang pemberhentian dengan hormat atas nama Drs Sapari dari jabatan Kepala Balai Besar POM Surabaya.

Selanjutnya, dalam amar putusan tersebut juga disebutkan untuk mewajibkan tergugat mencabut atas surat putusan BPOM RI.

Kemudian, tergugat diminta merehabilitasi nama penggugat sebagai Kepala Balai Besar POM Surabaya

“Menghukum tergugat membayar perkara sebesar Rp 276.500,” ujar Arief membacakan point terakhir amar putusan tersebut.

Usai persidangan, Perwakilan Kuasa Hukum Kepala BPOM, Adam Wibowo mengatakan bahwa pihaknya masih belum bisa memastikan apakah akan melakukan banding.

“Kita masih belom lengkap, kita akan rapatkan dulu, masih ada waktu 14 hari,” jawabnya singkat.

Pada kesempatan yang sama, Sapari mengapresiasi keputusan Majelis Hakim yang akhirnya mengabulkan gugatannya.

“Saya patut apresiasi kepada Majelis Hakim dan anggotanya yang tentunya menjalankan tugasnya dengan baik, dengan penuh tanggungjawab dan dengan penuh hati nurarinya di bulan suci ramadhan ini artinya saya juga bersyukur,” ujar Sapari.

Sapari mengungkapkan bahwa tujuan utama perjuangannya ini adalah untuk mencari keadilan dan kebenaran demi martabat anak dan isterinya.

“Dimana hampir selama kurang lebih 7 bulan ini bahkan sampe sekarang gajipun tidak diberikan, sampai sekarang saya ga bisa nafkahin anak istri saya,” ungkapnya.

“Begitu di copot alasannya ga jelas gaji tiba-tiba dihentikan,” tambahnya.

Sementara, menurut Sapari ketika menangani tindak pidana obat dan makanan, dia selalu melakukan sesuai prosedur.

“Di Banjarmasin saya dapat penghargaan, kemudian di pindah ke Surabaya, lalu saya nangani kasus, begitu kasus itu saya proses ada indikasi interfensi oknum petinggi BPOM dan pihak lain yang mengaku relawan RI 1,” ungkapnya.

Lanjut Sapari, dari hasil KSN juga diketahui bahwa pencopotannya tidak memenuhi undang-undang yang berlaku.

Dengan hasil dari PTUN tersebut, dia berjanji akan melakukan upaya hukum lain, seperti menggugat Perdata atau melaporkan ke Bareskrim.

“Apapun akan saya lakukan, dengan dukungan hasil PTUN saya bisa nanti perdata bisa ke bareskrim ada bukti-buktinya, Jadi jangan main-main ya,” pungkasnya.

(Eky)

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.