Jakarta, sketsindonews – Fakta historis yang di tulis Emmy Hafid dalam perjalanan bangsa terkait sebuah rezim saat berkuasa, walaupun tulisan ini hanya untuk mengajak merenung apa itu sebuah kekuasaan di era itu, tulis Emmy Hafid yang dikirim keredaksi sketsindonews.com. (7/3)
Letjen H.R Dharsono almarhum adalah mertua saya, mendekam di penjara oleh Suharto dari tahun 1984-1990. Saya baru menikah dua bulan, beliau ditangkap dan dituduh ikut mendalangi berbagai pengeboman saat itu.
Terasa sekali sidang pengadilan disetir, fakta dan peristiwa tidak nyambung, tetapi disambung-sambungkan. Sidang seperti dagelan, pembelaan terdakwa tidak digubris sama sekali. Media saat itu hanya dikontrol, hanya memberitakan sepihak.
Banyak keluarga mengalami seperti yang dialami keluarga HR. Dharsono, di seluruh Indonesia, di masa Suharto. Banyak warga negara mengalami siksaan, tekanan, persekusi.
Ketakutan merajalela, kebebasan berbicara diberangus. Kalau ingin karir dan bisnis maju, yah harus bekerjasama dengan rezim dan atau keluarga Cendana. Kalau melawan, karir dihambat, bisnis dihancurkan.
“Media dikontrol pemberitaannya. Kalau melawan? Ya diberangus. Harian Indonesia Raya, Sinar Harapan, Harian Merdeka, Prioritas, Detik, antara lain yang almarhum di jaman Suharto. Kompas dapat terbit kembali, Tempo terbit kembali sesudah reformasi, Prioritas berganti dgn Media Indonesia, Sinar Harapan berganti menjadi Suara Pembaruan”.
Kebebasan akademis pun diberangus, mahasiswa dilarang berpolitik. NKK (Normalisasi Kehidupan Kampus) bahasa halus dari larangan berpolitik diterapkan.
Kegiatan mahasiswa langsung dikontrol Purek III dibawah BKK (Badan Koordinasi Kemahasiswaan), pungkas Emmy.