Kedua, liberalisasi pendidikan. Semangat inilah, Rifai menyayangkan, sistem pendidikan di Indonesia tidak memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat. “Seharusnya, sistem pendidikan kita di subsidi sepenuhnya oleh pemerintah. Mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Karena ekses dari liberalisasi, sistem pendidikan kita dipaksa untuk diserahkan dalam mekanisme pasar. Akibatnya, pendidikan menjadi ladang bisnis,” ulas Rifai.
Ia melanjutkan, pemerintah harus mengoreksi rezim kurikulum yang diterapkan dalam sistem pendidikan. “Kurikulum dalam sistem pendidikan kita sangat tidak efektif dan efisien. Sejumlah mata pendidikan yang seharusnya sudah diselesaikan di tingkat awal masih dipaksa untuk dilanjutkan, tanpa ukuran atau standar yang jelas,” sambungnya.
Rifai memberi contoh kurikulum yang berlaku di Indonesia dengan negara-negara maju atau negara di kawasan Asia.
Menurutnya, kurikulum disana sangat efektif, tepat dan anak didik juga tidak merasa terbebani. “Di Indonesia, terutama di jenjang perguruan tinggi, baru pada di tingkat pasca sarjana dimulai orientasi atau pengkhususan minat studi seorang mahasiswa. Di tingkat sebelumnya dijejali kembali mata studi yang sebenarnya sudah bisa diselesaikan di tingkat SMA, SMK atau yang sederajat. Akibatnya, waktu tempuh pendidikan di Indonesia relatif lama dan melelahkan,” papar Rifai Darus.