Dan puncaknya adalah pesan mulia kepada Djarot yang dilantik saat itu untuk menggantikannya. Kenapa mulia ?
Lihatlah apa yang dipesankannya : tolong tingkatkan kepuasan masyarakat yang selama ini sudah 70%. Ya, agar warga Jakarta yang dicintainya (termasuk mereka yang membencinya) semakin merasakan kesejahteraan dan kebahagiaan melalui tingkat kepuasan yang tinggi.
Tentu jika peningkatan kepuasan itu tercapai, semua bukan lagi menjadi kredit dan penghargaan untuknya. Tapi untuk Djarot, mantan wakilnya dan penerusnya.
Nampaknya secara diam-diam Ahok ingin memberikan semuanya kini pada Djarot. Dulu ketika keduanya masih aktif, relatif semua kredit tertuju padanya – dan Djarot ikhlas mendukung di belakang.
Kini seolah Ahok ingin membalasnya – dengan memacu Djarot untuk berjuang di sisa waktu beberapa bulan ini. Lalu kelak jika berhasil – terlepas Djarot menginginkannya atau tidak – biarlah semua untuk sahabatnya itu.
Ahok, sudah tak ingin apapun lagi untuk dirinya sendiri. Tidak pula kredit atau apresiasi, tidak pula puja-puji. Semuanya ingin dipersembahkannya bagi warga, masyarakat, dan…Djarot – sahabat terbaik yang disayanginya.
Bayangkan, betapa pelajaran kehidupan yang luarbiasa mulia ini justru kita dapatkan dari seorang napi bernama Ahok.