Penggabungan ini, menurut Amir, bermasalah karena berbenturan dengan amanat Perda No 3 Tahun 2013 tentang Kebersihan di mana di sana dijelaskan bahwa yang bertanggung jawab untuk menangani masalah kebersihan, termasuk soal sampah, adalah Dinas Kebersihan.
“Nah, kalau Dinas Kebersihan dihapus, seharusnya Perda itu direvisi untuk memberi kewenangan kepada Dinas Lingkungan Hidup untuk menangani apa yang semula ditangani Dinas Kebersihan, tapi sampai sekarang revisi itu tidak dilakukan,” ujar Amir.
Amir lalu mengingatkan soal dugaan korupsi pengadaan 200 truk sampah di Dinas Kebersihan pada Februari 2014 yang hingga kini kasusnya mengambang tak jelas.
“Jika suatu saat kasusnya diungkap kembali, siapa yang akan bertanggung jawab karena Dinas Kebersihannya sudah nggak ada? Ini kan namanya menghapus jejak korupsi yang semuanya adanya celah karena terhapusnya kewenangan, terang Amir.
Amir juga mengingatkan kalau hingga kini ke-200 truk itu masih berlabel “Dinas Kebersihan”, bukan “Dinas Lingkungan Hidup”, sehingga dipertanyakan bagaimana pengalihan asetnya dari Dinas Kebersihan ke Dinas Lingkungan Hidup.
“Kalau pengalihan itu tidak segera dilakukan, truk-truk itu bisa hilang, begitu juga aset-aset Dinas Kebersihan yang lain, dari daftar aset Pemprov DKI,” tegas Amir.
Amir juga menyoroti pemecahan Dinas Pekerjaan Umum menjadi Dinas Tata Air dan Dinas Binamarga, karena jika mekanisme pengalihan asetnya tidak segera dilakukan, aset dinas itu pun bisa saja hilang.






