“Tolong putri saya, dokter
Tinggal ia yang tersisa.”
Anak gadisnya kini di tanganku
Api terus menyala
Meminta balas nyawa
Bertempur di dada
Lama aku terdiam
Waktu terasa berhenti
Teriak kakakku
Wajah memelas Ibu
Datang silih berganti
Berperang hebat
Menit menegangkan usai sudah
Anak gadisnya sehat kembali
Ia ucap belasan kali
Terima kasih kepadaku
Menetes air matanya
Bahagia tak terkira
Merenung aku di situ
Terpana pada malaikat di sisiku
Dari mana datang kekuatan itu
Tak kubalas dendamku
Kuselamatkan gadisnya
Doa telah selamatkan aku
Berulang kulafalkan bersama guru ngaji
Di mesjid kecil ketika kusembuhkan diri
Dari trauma Mei yang ngeri:
“Janganlah kebencianmu
membuatmu bertindak tak adil.” (3)
Berlombalah dalam kebajikan (4)
Tumbuh menjadi orang saleh (5)
Baik dan buruk ada di setiap kelompok (6)
Ya Allah aku terpana
Melihat orang itu kembali
Luka lama terus menyala
Doa memadamkannya…
Mei 2018
Catatan kaki
1. Puisi esai mini ini dialog saya dengan Juz 6 Alquran, Q. 4: 148 -Q.5: 81.
2. Kerusuhan Mei 2018, banyak keluarga menjadi korban huru hara semata karena mereka etnis Tionghoa, kaum sipit mata. Sebagian mengalami trauma, meninggalkan Indonesia. Satu Puisi Esai khusus merekam kisah itu: Sapu Tangan Fang Yin dalam buku Denny JA: Atas Nama Cinta