Metoda pengawasan baik dari Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial tidaklah terlalu efektif, beberapa kali kami meminta pengawasan oleh Komisi Yudisial tetapi karena proses birokrasi yang maha ribet, tak jarang pengawas Komisi Yusidial baru tiba saat saat genting sudah terlewati atau hadir disaat Kesimpulan atau ketika mau Putusan, jika memilih pola advokasi, saya lebih memilih melaporkan Ke Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) ketimbang Komisi Yudisial.
Biarlah itu menjadi proses internalisasi mereka, yang mungkin diharapkan adalah ( 1 Court 1 Supervisor ), dimana kami berharap kelak disetiap pengadilan ada semacam Satuan Gerak Cepat dari Bawas Mahkamah Agung atau dari Komisi Yudisial, kalo masalahnya adalah anggaran dan tenaga kerjanya, setiap tahunnya Puluhan Ribu Sarjana Hukum di wisuda, tentu ini bukanlah hal yang mustahil dikerjakan, jika ingin dapat putusan yang berkeadilan memang harus ada harga mahal yang keluarkan, tetapi setidaknya ini menghindari mekanisme praktik korupsi di dunia pengadilan, sehingga tidak adalagi pengacara yang mencari jalan pintas untuk menang dan mendapatkan sukses fee, berselingkuh dengan aparat pengadilan dan ujungnya seperti yang terjadi pada OTT KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Reformasi Peradilan memang mahal tapi hasilnya akan sebanding.
Riesqi Rahmadiansyah
Public Defender
www.advokatprorakyat.org