Polisi Lalu Lintas yang sedang bekerja menjalankan tugas, pada prinsipnya bertindak berdasarkan undang-undang, yang dijabarkan melalui peraturan pemerintah, peraturan kapolri, prosedur tetap, hingga vademikum (rangkuman dan penjabaran dari UU dan peraturan-peraturan yang ada).
Adapun menyangkut masalah teknik dalam penindakan pelanggaran lalu lintas terdapat dalam Vademikum Polisi Lalu lintas, Bab III, di mana disebutkan pelaksanaan penindakan pelanggaran lalu lintas digolongkan menjadi 2 yaitu (1) Penindakan bergerak / Hunting yaitu cara menindak pelanggar sambil melaksanakan patroli (bersifat insidentil). Sifat penindakan ofensif terhadap pelanggaran yang tertangkap tangan (Pasal 111 KUHAP) bagi petugas tidak perlu dilengkapi Surat Perintah Tugas, dan (2) Penindakan di tempat / stationer yaitu cara melaksanakan pemeriksaan kendaraan bermotor dengan posisi statis/diam, dengan dilengkapi dengan Surat Perintah / sudah ada perencanaan terlebih dahulu.
Pemeriksaan kendaraan bermotor (razia) di jalan oleh Polantas sudah diatur dalam Pasal 265 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”). Razia kendaraan ini antara lain meliputi pemeriksaan kelengkapan surat-surat kendaraan, seperti Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, atau Tanda Coba Kendaraan Bermotor.
Selain UU LLAJ di atas, juga diatur dalam Pasal 15 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang berbunyi “Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang melakukan Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara berkala atau insidental atas dasar Operasi Kepolisian dan/atau penanggulangan kejahatan wajib dilengkapi dengan surat perintah tugas”.