Jenderal Kelengkeng Sang Motivator Petani Indonesia

oleh
oleh

Lagi, takdir berkata lain. Ia dipertemukan dengan Dwi Astuti Sumarwati perempuan yang akhirnya dipersunting dan siap menerima segala kekurangan maupun kelebihan yang ada pada diri Mugiyanto.

Dari hasil pernikahannya, pasangan tersebut dikarunia tiga orang putra. Mugiyanto patut bersyukur. Sebab, di balik keberhasilan yang diraih-nya hari ini tidak terlepas dari doa dan dukungan istri dan ketiganya anaknya. Mugiyanto memperlihatkan buah lengkeng dari kebun petani hasil binaannya di Desa Wringinputih Kecamatan Borobudur.

“Istri yang membuat saya tetap semangat, mau menerima di saat kondisi saya cacat dan penuh keterbatasan,” ungkap dia.

Motivator

Keberhasilan demi keberhasilan terus diraih. Puncaknya, pada 2019 sang jenderal buah lengkeng ini mendapat kenaikan pangkat luar biasa dari Kopral Kepala (Kopka) naik menjadi Serda atas dedikasi-nya yang begitu luar biasa dan memotivasi banyak orang. Kenaikan pangkat luar biasa diberikan langsung oleh Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Andika Perkasa.

Kini, berbekal kaki palsu sebelah kanan, kegigihan dan semangat seorang prajurit TNI, Serda Mugiyanto tidak hanya menjadi motivator bagi petani di Tanah Air tetapi juga motivator untuk prajurit TNI yang juga penyandang disabilitas atau bernasib sama dengan dirinya.

Bahkan, tak jarang ia diundang langsung oleh Kementerian Pertahanan untuk memberikan arahan atau berbagi ilmu kepada prajurit-prajurit TNI penyandang disabilitas. Pada intinya, Serda Mugiyanto selalu menekankan bahwa keterbatasan fisik bukan penghalang untuk berkarya dan berprestasi. Sersan Dua (Serda) Mugiyanto “Jenderal Buah Lengkeng” di Desa Wringinputih, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Di balik usaha keras yang diperjuangkannya selama bertahun-tahun, Mugiyanto selalu bermimpi seharusnya Indonesia yang memiliki sumber daya alam berkecukupan, tanah yang subur dan kondisi alam yang mendukung bisa swasembada atau memenuhi kebutuhan buah lokal tanpa harus bergantung kepada negara lain.

Selama ini banyak lahan tidur yang tidak digarap secara optimal oleh masyarakat. Padahal, jika tanah tersebut dikelola dengan baik maka segala kebutuhan pangan termasuk buah-buahan bisa tercukupi tanpa harus bergantung kepada pihak lain.

Namun, sayangnya, ia melihat tekad dan kemauan dari masyarakat untuk berani betul-betul terjun sebagai petani dari hati belum sepenuhnya terwujud. Hal itu bisa jadi dikarenakan stigma-stigma keliru yang selama ini berkembang.

Misalnya, menganggap pekerjaan petani atau menjadi petani adalah pekerjaan rendah, bertani itu kotor, pendapatan tidak seberapa hingga tidak bisa menggunakan teknologi dalam bercocok tanam.

Padahal anggapan itu keliru. Mugiyanto membantah secara tegas jika ada yang berpandangan pekerjaan petani itu rendah, kotor, penghasilan pas-pasan dan lain sebagainya.

No More Posts Available.

No more pages to load.