- JHT bersifat wajib yang diatur dalam UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), sedangkan DPLK bersifat sukarela yang diatur oleh UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
- JHT BPJS bertujuan untuk memberikan perlindungan dasar dan layak di hari tua, sedangkan DPLK untuk memberikan manfaat pensiun yang lebih optimal (on top) agar pekerja mampu mempertahankan standar dan gaya hidup di masa pensiun seperti saat masih bekerja.
- Manfaat JHT BPJS dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) kepada pesertanya, sedangkan DPLK manfaatya dibayarkan terdiri dari a) secara sekaligus dalam jumlah tertentu atau b) secara berkala setiap bulan atas pilihan peserta.
- Iuran JHT BPJS sudah ditentukan sebesar 3,7% (dari Perusahaan) dan 2% (dari pekerja) dari upah sebulan, sedangkan iuran DPLK dapat disesuaikan dengan kondisi perusahaan dan pekerja sesuai dengan tujuan keuangan di masa pensiun.
- Dan yang terpenting untuk diketahui, iuran JHT BPJS dari Perusahaan tidak dapat “diakui” sebagai bagian pemenuhan kewajiban atas Uang Pesangon (UP) dan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) saat pekerja memasuki usia pensiun, meninggal dunia atau PHK. Sedangkan iuran Perusahaan di DPLK dapat “diakui” atau dikompensasikan (offset) sebagai bagian dari pemenuhan kewajiban Uang Pesangon (UP) dan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) terhadap pekerja sesuai UU No. 6/2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja dan PP 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, alih daya, dan Pemutusan Hubungan Kerja.
Sebagai contoh saja. Bila seorang pekerja pensiun di usia 56 tahun. Sesuai kewajiban ketenagakerjaan (UU No. 6/2023) berhak menerima uang pensiun dari perusahaan sebesar Rp. 500 juta. Maka iuran perusahaan yang 3,7% di JHT BPJS “tidak dapat dikompensasi” sebagai pengurang. Artinya, Perusahaan harus tetap membayar Rp. 500 juta ke pekerja. Sedangkan iuran perusahaan di DPLK “dapat dikompensasikan” sebagai bagian dari pengurang uang pensiun ke pekerja. Misalnya akumulasi iuran Perusahaan di DPLK sudah mencapai Rp. 300 juta, maka Perusahaan hanya membayarkan kekurangannya sebesar Rp. 200 juta ke pekerja. Kira-kira begitu.
Penting untuk dipahami oleh perusahaan dan pekerja, kita mengenal istilah “Tingkat Penghasilan Pensiun – TPP” atau replacement ratio yang dibutuhkan seorang pekerja di saat pensiun, saat tidak bekerja lagi. Dikatakan seorang pekerja membutuhkan TPP sebesar 70%-80% dari upah terakhir untuk bisa memenuhi standar dan gaya hidup di hari tua. Sebut saja seorang pekerja memiliki upah terakhir sebelum pensiun sebesar Rp. 10 juta per bulan. Maka di saat pensiun, dia membutuhkan TPP sebesar Rp. 7-8 juta per bulan. Agar tetap dapat hidup layak di masa pensiun. Nah sebagai ilustrasi, JHT BPJS (wajib) mungkin hanya berkontribusi 15% saja atau setara Rp. 1,5 juta per bulan. Maka ada kekurangan TPP 55%-65% dari kebutuhan dana di masa pensiun. Oleh karena itu, untuk memenuhi kekurangan TPP tersebut, dibutuhkan program DPLK (sukarela). Jadi, tinggal pilih yang mana yang mau dituju? Mau kekuarangan atau tercukupi kebutuhan dana di masa pensiuan atau hari tua nanti.