Sejatinya, program pensiun tambahan bersifat wajib semestinya diperlukan. Apalagi survei menyebut, 7 dari 10 pensiunan di Indonesia pada akhirnya mengalami masalah keuangan atau menggantungkan hidup kepada anak-anaknya. Di sisi lain, 9 dari 10 pekerja di Indonesia sama sekali tidak siap pensiun atau berhenti bekerja. Dikarenakan tidak tersedianya dana yang cukup untuk membiayai hidupnya saat tidak lagi bekerja. Bila Demikian, solusinya apa? Dibiarkan saja merana di hari tua atau negara perlu “sedikit” mengatur program pensiun untuk mencapai taraf “layak”?
Lalu, apa iya program pensiun tambahan bersifat wajib dipandang akan memotong gaji pekerja? Tentu jawabya, bisa iya dan bisa tidak. Iya dipotong gajinya, bila mau meningkatkan manfaat pensiun di hari tua. Untuk mencapai tingkat penghasilan pensiun 40% dari gaji terakhir (mencapai Rp. 4 juta bila gaji terakhirnya Rp. 10 juta). Itu pun tambahan iurannya pasti diatur “secara berkala dan sesuai kondisi” pekerja. Agar tidak memberatkan pekerja tentunya, itu pasti. Bila tidak mau membayar iuran (tidak dipotong gaji), tentu akan ada aturannya dan yang pasti tidak akan dapat meningkatkan manfaat pensiun di hari tua. Alias masa pensiunnya ya begitu-begitu saja, tidak ada yang berubah.
Urusan masa pensiun atau hari tua memang sulit dan kompleks. Kita disuruh menabung sendiri untuk hari tua, sering tidak mau. Alasannya, gaji habis untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Tapi saat ditanya, kenapa tidak menabung untuk hari tua? Jawabnya enteng, tidak ada yang kasih tahu pentingnya manubung untuk hari tua. Tapi giliran membeli “paket internet” sebulan Rp. 150.000 secara rutin mampu. Bahkan perilaku konsumtif yang tidak diperlukan pun bisa dilakukan. Memang antara menabung untuk hari tua dan perilaku konsumtif, selalu tumpang tindih. Kompleks dan selalu jadi bahan perdebatan.
Bila saya sebagai pekerja, tentu program pensiun tambahan bersifat wajib sangat diperlukan. Agar saya bisa tetap nyaman dan mampu memenuhi kebutuhan hidup di hari tua. Tapi mungkin, pekerja yang lain “tidak setuju” karena tidak mau menabung untuk hari tuanya sendiri. Tidak apa-apa dan tidak masalah, selalu ada pro dan kontra kan. Namun bila ada yang tidak setuju, bukan berarti tidak ada yang setuju kan? Karena ini soal hari tua, soal masa pensiun. Mau seperti apa keadaan kita di masa pensiun? Pasti, jawabannya sangat subjektif.