“Di Indonesia, menjadi wartawan sangatlah mudah. Untuk memastikan wartawan memiliki integritas dan profesionalisme, ada Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang harus berinduk ke satu organisasi. Sayangnya, masih banyak yang tidak mengikuti aturan ini. Di Indonesia, ada 11 pasal kode etik jurnalistik, salah satunya menyatakan bahwa wartawan tidak boleh beritikad buruk. Namun, kenyataannya masih banyak pelanggaran,” jelas Aat.
Ia pun menyarankan kepala sekolah agar lebih berhati-hati dalam menghadapi wartawan yang mencurigakan.
“Tanyakan kartu pers dari Dewan Pers. Jika perlu, laporkan ke PWI kabupaten atau provinsi. Bahkan, mengunggah kasus pemerasan ke media sosial bisa menjadi cara efektif untuk menghentikan aksi mereka,” tambahnya.
Direskrimum Polda Riau, Asep Darmawan, menegaskan bahwa perlindungan hukum bagi kepala sekolah yang diperas bergantung pada transparansi dalam pengelolaan anggaran.
“Jika tidak ada penyimpangan, maka tidak perlu takut. Di Riau, misalnya, ada kasus kepala sekolah yang diperas dengan ancaman penghapusan berita dengan imbalan sejumlah uang. Namun, kepala sekolah itu melapor, dan pelaku berhasil ditangkap. Kasus semacam ini sering terjadi. Transparansi anggaran adalah kunci agar tidak ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh oknum wartawan,” ungkap Asep.