“Ketika perusahaan pelayaran Yunani mempercayakan kapal-kapal mereka kepada pelaut Indonesia, itu bukan keputusan yang sembarangan. Mereka pasti sudah melalui proses seleksi ketat dan memperhitungkan banyak aspek. Ini adalah pengakuan atas keunggulan SDM maritim kita,” kata Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa.
Selain itu ia juga mengingatkan bahwa peluang ini tidak boleh dipandang sebagai keberhasilan sepihak dari BUMN atau satu instansi saja. Ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas institusi untuk memastikan bahwa pelaut Indonesia terus mendapatkan pelatihan, pendidikan, dan sertifikasi sesuai standar internasional. Dalam hal ini, instansi seperti Kementerian Perhubungan (melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut), Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), serta lembaga pendidikan tinggi kelautan seperti Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP), dan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP), serta Kampus – Kampus Pelayaran di seluruh Indonesia, harus secara aktif mengakomodasi dan memperkuat daya saing pelaut nasional.
“Institusi-institusi pelayaran kita harus bergerak cepat. Dunia berubah, dan permintaan terhadap pelaut yang cakap dalam teknologi, bahasa internasional, serta tanggap terhadap dinamika global sangat tinggi. Bila kita ingin menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, maka SDM kita harus menjadi pilar yang kuat, bukan hanya untuk kapal-kapal nasional, tetapi juga kapal-kapal berbendera asing,” tegas Capt. Hakeng.
Ia menambahkan bahwa momentum ini seharusnya dimanfaatkan oleh pemerintah untuk menyusun kebijakan strategis jangka panjang dalam membangun ekosistem maritim nasional yang berkelanjutan.
Selain menyiapkan pelaut, Indonesia juga perlu memperkuat diplomasi maritim, memperluas kerja sama dengan negara-negara pengguna jasa pelayaran, dan menciptakan mekanisme perlindungan terhadap pelaut Indonesia di luar negeri.