Umat yang hadir tidak banyak, hanya sejumlah orang pilihan, membentuk lingkar doa di tengah situs yang dipercaya sebagai pusat spiritual leluhur Nusantara. Aroma tanah basah bercampur hembusan angin, seolah menyampaikan pesan dari masa silam. Batu-batu berundak berdiri membisu, namun terasa hidup, seperti ikut mendengarkan setiap lantunan doa.
Saat puncak konsekrasi tiba, sebuah peristiwa alam yang menakjubkan terjadi. Awan mendung yang menutupi langit perlahan tersingkap, seakan memberi jalan. Bulan purnama muncul utuh, memancarkan sinar kuning keemasan, dengan lingkaran cahaya corona yang melingkupinya. Sinar itu jatuh tepat di altar sederhana misa, membungkus perayaan Ekaristi dalam cahaya yang hangat sekaligus sakral.