Dalam urusan politik luar negeri, Presiden menegaskan komitmen Indonesia untuk tetap memainkan peran aktif di panggung dunia. Ia menyebut keterlibatan Indonesia dalam BRICS sebagai langkah strategis memperkuat posisi global, sekaligus menegaskan dukungan yang konsisten terhadap perjuangan rakyat Palestina. Pidato kenegaraan itu ditutup dengan seruan membangun semangat “Indonesia Incorporated,” sebuah istilah yang ia gunakan untuk menggambarkan kerja sama seluruh komponen bangsa dalam mencapai tujuan besar Indonesia Emas 2045.
Presiden juga menyampaikan Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Ia merinci delapan prioritas utama pemerintah, mulai dari ketahanan pangan dengan alokasi Rp164,4 triliun, ketahanan energi sebesar Rp402,4 triliun yang diarahkan untuk mendukung transisi ke energi terbarukan, hingga kelanjutan program Makan Bergizi Gratis yang mendapat porsi Rp335 triliun. Pendidikan tetap menjadi prioritas utama dengan porsi 20 persen dari total APBN, mencapai Rp757,8 triliun, yang disebut sebagai alokasi terbesar dalam sejarah Indonesia. Sementara itu, bidang kesehatan juga mendapatkan Rp244 triliun untuk meningkatkan akses layanan yang merata dan berkualitas. Di luar itu, penguatan ekonomi rakyat, pertahanan rakyat semesta, serta percepatan investasi dan perdagangan global juga mendapat penekanan. Secara keseluruhan, total belanja negara dalam RAPBN 2026 ditetapkan sebesar Rp3.786,5 triliun, dengan target pendapatan Rp3.147,7 triliun, sehingga defisit mencapai Rp638,8 triliun atau sekitar 2,48 persen dari PDB. Presiden Prabowo menegaskan bahwa pembiayaan akan dilakukan dengan cara-cara inovatif, fleksibel, dan tetap hati-hati dalam menghadapi ketidakpastian global. Ia ingin memastikan bahwa pembangunan nasional tidak hanya berkelanjutan tetapi juga adaptif terhadap dinamika internasional.
Pernyataan yang diorasikan oleh Presiden patut diberikan apresiasi atas keterbukaan informasi dan sejumlah komitmen yang disampaikan. Namun, sebagai pemuda yang tak boleh kehilangan nalar kritis perlu kiranya kita menyampaikan catatan terkait dengan pidato Presiden Prabowo dalam momentum 80 Tahun Kemerdekaan Negara Republik Indonesia.
Pertama, klaim penyelamatan Rp300 triliun dari potensi kebocoran anggaran memang patut diapresiasi, tetapi tidak disertai penjelasan rinci mengenai mekanisme, data, dan tindak lanjut hukum terhadap aktor-aktor yang diduga terlibat. Tanpa kejelasan, klaim tersebut rawan menjadi sekadar retorika politik yang sulit diverifikasi publik.
Kedua, meskipun program MBG mendapat dukungan luas, penulis mengingatkan bahwa pengalaman berbagai program bantuan sosial sebelumnya sering kali diwarnai penyimpangan, baik dalam pendataan maupun distribusi. Karena itu, penulis berharap agar pelaksanaan MBG diawasi secara ketat, transparan, dan partisipatif, sehingga benar-benar sampai ke sasaran yang tepat. Selain itu, beberapa kasus tentang maladministrasi antara vendor dan yayasan yang telah terjadi dimana-mana dapat diselesaikan segera.