Menutup Keran Ekspor, Membuka Peluang Investasi Budidaya Lobster

oleh
oleh
DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, S.SiT., M.H., M.Mar, Pengamat Maritim dari Ikatan Alumni Lemhannas Strategic Center yang juga merupakan Dewan Pakar dari Pengurus Pusat Pemuda Katolik. (Foto. Istimewa)

Kebijakan ekspor benih bening lobster (BBL) kembali berubah arah. Pada awal 2024, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di bawah Menteri Sakti Wahyu Trenggono sempat membuka kembali keran ekspor dengan harapan memberikan peluang ekonomi bagi nelayan dan pelaku usaha. Kebijakan tersebut kala itu dipandang sebagai upaya untuk menyeimbangkan antara kepentingan nelayan kecil dengan kebutuhan pasar global yang masih tinggi terhadap lobster konsumsi dan menimbulkan banyak pro dan kontra di lingkungan masyarakat maupun akademisi.

Namun, dalam perjalanannya, berbagai persoalan muncul. Penyelundupan tetap marak, harga benih tidak terkendali, dan manfaat bagi negara ternyata sangat minim. Hingga akhirnya, pada September 2025 ini, pemerintah memutuskan kembali menutup keran ekspor melalui kebijakan moratorium. Pengamat maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center (ISC) yang juga Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Tani Merdeka Indonesia, DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, menilai moratorium ini haruslah ditangkap sebagai tonggak baru dalam tata kelola hasil laut nasional.

“Walaupun saat kebijakan pembukaan ekspor BBL tahun 2024 lalu, saya termasuk pihak yang mengkritisi dan menolaknya, kebijakan moratorium ini haruslah kita apresiasi dan sambut bersama. Karena hal ini, merupakan cerminan bahwa Pemerintah mau belajar dari kesalahan dan adaptif terhadap masukan masyarakat. Kebijakan harusnya bukan hanya persoalan bisnis, melainkan harus dipandang sebagai strategi nasional untuk menegakkan kedaulatan maritim sekaligus memperkuat daya saing ekonomi biru,” ujar Capt. Hakeng di Jakarta, 17/09/2025.

Lebih lanjut pengamat maritim yang kritis dari IKAL Strategic Center (ISC) ini menjabarkan, bahwa selama bertahun-tahun benih lobster dari perairan Nusantara mengalir deras ke Vietnam dan Tiongkok. Negara-negara itu kemudian mengembangkan industri budidaya, hingga menuai keuntungan besar dari hasil ekspor lobster konsumsi ke pasar global. Ironisnya, Indonesia sebagai sumber benih utama justru hanya mendapat sedikit manfaat.

Dari itu, lanjut Capt. Hakeng, moratorium mengoreksi praktik lama yang melemahkan posisi Indonesia. “Kita harus berhenti jadi penyedia benih mentah, lantas membangun industri bernilai tambah di dalam negeri,” tegasnya seraya mengimbuhkan bahwa Vietnam tercatat sangat bergantung pada pasokan benih dari Indonesia. Disebutkan olehnya bahwa data Mongabay Indonesia tahun 2024 menunjukkan, industri budidaya lobster Vietnam bisa mengimpor hingga 600 juta ekor per tahun.

No More Posts Available.

No more pages to load.