“Misalnya ada satu lahan yang memilih banyak NOP (Nomor Objek Pajak), atau NJOP (Nilai Jual OBjek Pajak)nya masih belum ada penyesuaian. Hal seperti ini perlu diperhatikan terlebih dahulu oleh Dinas Kehutanan sebelum membeli,” lanjutnya.
Menurut pantauan informasi, tanah tersebut masih berstatus kontrak secara keseluruhan ataupun sebagian dari lahannya. Menurutnya, ini perlu ada kehati-hatian dari Pemprov DKI dalam melakukan pembelian.
“Tanah ini mau dibebaskan ternyata masih berstatus dikontrakkan ahli waris kepada pengontrak baik secara keseluruhan atau sebagian lahan. Ini kan berpotensi memunculkan masalah sosial. Jangan sampai pengontraknya sudah bayar tapi malah diusir paksa karena lahannya dibeli, ini harus didiskusikan dan duduk bersama dulu. Ada juga yang dulunya sudah beli sama H. Djasmat berarti sertifikat yang sekarang rawan digugat,” katanya.
Terakhir, Mahfud memperingati Dinas Kehutanan DKI Jakarta untuk mengutamakan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kebijakannya. Ia mendapat informasi tanah di daerah Sunter yang mau dibebaskan oleh Pihak Dinas Kehutanan berpotensi muncul konflik sosial seperti yang dipaparkan.