Kasus Apartemen di Jakarta Bisa Meledak Karena Dibangun di Atas Tanah Negara

oleh
oleh

Pelbagai pertanyaan itu sudah dipikirkan oleh Bambang Setiawan, sekjen Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia (Aperssi), sejak empat tahun silam.

Kasus Apartement Bisa Meledak

Kasus pertama yang terungkap adalah Mangga Dua Court, yang dibangun di atas tanah milik Pemprov DKI Jakarta. Sebagian penghuninya baru tahu hal itu setelah 16 tahun apartemen dibangun.

“Pembangunannya [MDC] 1992 dan ributnya 2008 pada saat diperpanjang,” kata Bambang. “Kasus (lainnya) bentar lagi di Kemayoran.”

Untuk memutuskan perpanjangan, menurut Bambang, bukan hanya harus melibatkan gubernur, tapi harus dibahas di DPR dan Kemenkeu sebab tanah itu aset negara.

Seperti kasus akta Mangga Dua Court yang dibuat notaris Winarti Lukman tertanggal 6 Juni 1984. Isinya, perjanjian kerja sama antara Gubernur DKI Jakarta Soeprapto dan Direktur Utama PT Duta Pertiwi Rachmat Sumengkar.

Semua itu telah mendapatkan restu Eka Tjipta Widjaja, pendiri Sinar Mas. Poinnya, PT Duta Pertiwi diberikan kompensasi HGB selama 20 tahun di atas tanah HPL seluas 30 hektare.
Para penghuni Mangga Dua Court menuding pengembang melakukan penipuan terhadap konsumen. Fifi Tanang, pemilik unit apartemen, dan Tjandra Widjaja menggugatnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 7 Juni 2007.

Gugatan mereka dimenangkan majelis hakim pada 14 April 2018. PT Duta Pertiwi terbukti bersalah dan melanggar hukum. Tergugat diharuskan membayar biaya rekomendasi perpanjangan status tanah ke Pemprov DKI Jakarta sekitar Rp 4,5 miliar.
“Di PN Jakarta Pusat, kami menang tapi banding. Kasasi dan PK, kami kalah. Di PN, Hakim menulis Duta Pertiwi penipu. Ini hukum di Indonesia bisa dibeli. Yang menipu bisa menang, yang benar yang kalah,” keluh Fifi.
Akibat dari putusan itu, penghuni merugi. Mereka menanggung biaya perpanjangan yang disetorkan kepada kas negara Rp 4,3 Miliar. Padahal, jika status tanah itu HGB murni, penghuni hanya dikenakan biaya Rp 289 juta rupiah.

Dampak lain: PT Duta Pertiwi berusaha menguasai ruang dan fasilitas bersama milik penghuni. Di antaranya ruang fitness, serba guna, posko sekuriti timur dan barat, sebagian ruang lobi barat dan timur, serta kantor sekretariat perhimpunan penghuni.

Harusnya hak kelola dan hak guna itu diserahkan oleh PT Duta Pertiwi kepada Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS).
“Fisiknya [berbagai fasilitas bersama itu] kami kuasai, tapi sertifikatnya mereka pegang,” kata Fifi. “Sampai sekarang, enggak bisa dimaanfaatkan. Ini puluhan tahun kosong.”
Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh Nugroho mengatakan permasalahan rusun yang dibangun BUMN diklaim lebih mudah diselesaikan.

Tentu jika dibandingkan rusun yang dibangun pengembang swasta.

“Ke depan, potensi konflik sangat besar karena apartemen dikuasai swasta. Ini potensi akan meledak lima tahun mendatang,” ucap Teguh.

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.