Kasus Apartemen di Jakarta Bisa Meledak Karena Dibangun di Atas Tanah Negara

oleh
oleh

Jakarta, sketsindonews – Kisruhnya hunian Apartement atau rusunawa menjadi kian pelik yang kerap muncul antara warga hunian dan pengelola karena tidak transparansi baik terutama dari pengembang status tanah maupun tata kelola yang merugikan warga hunian.

Kasus kisruhnya apartement Meditrenian Kemayoran serta wilayah lain sebuah motif yang hampir sama dalam tingkatan titik masalah.

Terlebih isu lima tahun lagi pencabutan hak huni apartemen di Jakarta bakal marak. Tanah apartemen itu rentan dirampas oleh negara.

Apa pasalnya, pengembang properti apartemen kerap mengecoh konsumen. Informasi soal apartemen dibangun di atas lahan milik negara terus disembunyikan rapi tanpa tranparamsi.

Pengembang juga minim membuka dokumen izin mendirikan bangunan (IMB), sertifikat laik fungsi (SLF), hingga pertelaan apartemen.

Menurut keterangan Meli Budiastuti dari Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Perumahan DKI Jakarta. Konsumen seringkali tak disuguhi informasi yang lengkap soal hak guna bangunan apartemen di atas tanah milik orang lain–alias hak pengelolaan lahan (HPL).

“Sepenuhnya ketidakjujuran dari pelaku pembangunan. Dia harus sampaikan [kepada konsumen] bahwa apartemen di atas HPL,” kata Meli, yang menyebut modus itu sebagai jurus marketing pengembang merugikan konsumen, ucapnya dilansir tirto.id.

Padahal, jika tanah berstatus HPL, konsumen hanya berhak menghuni selama 30 tahun dan dapat memperpanjang 20 tahun, dengan rekomendasi persetujuan pengembang. Puncak masalahnya, hak guna bangunan konsumen akan hilang apabila pengembang tidak menyetujui perpanjangan.

Salah satu contohnya Mediterania Palace Residence di Kemayoran, Jakarta Timur. Apartemen milik developer properti Agung Podomoro Group itu dibangun di atas tanah milik Kementerian Sekretariat Negara, yang akan masa HPL-nya habis pada 2022.

Masalahnya, para konsumen baru mengetahuinya setelah membeli dan mencari tahu sendiri. Modus pengembang demi menarik pembeli adalah menyamarkan informasi dengan istilah asing “strata title”.

Secara bersamaa Triana Salim,
Ketua Forum Pengembangan Perumahan dan Perhimpunan Satuan Rumah Susun (FP3SRS), menjelaskan bahwa “strata title” tak ada dalam Undang-Undang Rumah Susun.

“Dalam transaksi itu jarang informasi [HGB di atas HPL], hampir tidak pernah menjelaskan status tanah. Surat izin saja terkadang belum punya,” kata Triana kepada Tirto, akhir pekan lalu.

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.