Menyoal Kenaikan PBJT, Albert Riyadi Sebut Pemerintah Ngawur dan Gak Becus

oleh
oleh

Kenaikan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) jasa hiburan sebesar 40-75% masih menjadi perbincangan banyak pihak tak terkecuali Pemilik saham terbesar di beberapa tempat hiburan di Kawasan jakarta sekaligus praktisi Hukum dari Universitas Diponegoro, Albert Riyadi. Dirinya menganggap pemerintah ngawur dalam menaikan pajak tempat hiburan.

Albert juga mengamini komentar yang dikeluarkan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan yang mengatakan kenaikan PBJT tidak ada urgensinya.

“Bukan hanya ditunda, saya berharap untuk tidak jadi menaikan pajak hiburan. Ini dampaknya ke masyarakat luas, jadi di mana hati nurani pemerintah?” tegas Albert saat ditemui di Jakarta, Kamis (18/1/24).

Albert mengakui, dirinya juga mempunyai saham di beberapa tempat hiburan di Kawasan Jakarta, dirinya mengaku heran dengan keputusan yang tidak berpihak sama sekali kepada masyarakat.

“Kalo ini keputusannya, bisa dibilang gak becus. Di mana keberpihakan kepada rakyat? kan mereka di sana wakil rakyat, seharusnya berpihak kepada rakyat, bukan berpihak kepada kepentingan pribadi” tegasnya.

Dalam pemberitaan Sketsindo sebelumnya, Albert mengajak para elit politik untuk tidak mencampur adukan kepentingan politik dengan tempat hiburan malam. Pasalnya, pemilu 2024 kian dekat.

“Ya, bisa aja. Pemilu kan tinggal menghitung bulan, apapun bisa dipakai untuk kepentingan politik” kata Albert di Jakarta, (7/12/23).

Lebih lanjut Albert mengatakan, saat ini para pengusaha masih dalam tahap proses membangun usahanya untuk berkembang pasca Pandemi Covid-19.

“Khususnya (pengusaha) tempat hiburan malam kan sedang membangun udahanya pasca covid kemarin, dan membangun usaha itu kan gak bisa sebentar” ucapnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia Luhut Binsar Panjaitan meminta kenaikan pajak hiburan sebesar 40-75% ditunda. Dia menilai tidak melihat adanya urgensi atau alasan untuk menaikan pajak hiburan.

Menurutnya, kenaikan pajak ini akan berdampak pada banyak pihak, termasuk pedagang kecil. Dia bilang, jangan hanya melihat hiburan dari diskotik saja. Industri hiburan bukan hanya berisi karaoke dan diskotek.

Ada banyak pekerja yang sumber penghasilannya bergantung pada penyedia jasa hiburan, baik skala kecil sampai menengah. Untuk itu, dia menyebut belum ada urgensi untuk menaikkan pajak.

“Saya kira saya sangat pro dengan itu (ditunda) dan saya tidak melihat alasan untuk kita menaikkan pajak dari situ,” kata Luhut melalui video yang diunggah melalui akun instagramnya, Rabu (17/1/24).

Sementara itu, Pedangdut Inul Daratista sedih dan tak kuasa menahan air matanya, lantaran usaha karaokenya terancam bangkrut karena pajak hiburan akan dinaikan, yakni sekitar 40 sampai 75 persen berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.

Hal itu diungkapkan Inul dalam podcast EdShareOn (Eddy Sharing and Discussion) milik Eddy Wijaya. Inul mengatakan, saat ini usaha karaokenya relatif sepi pengunjung. Ketika mendengar pajak hiburan akan dinaikan, ia berpikir bagaimana nasib karyawannya.

Diketahui, saat ini istri Adam Suseno itu memiliki 5.000 karyawan yang terancam PHK, apabila pemasukannya tidak sesuai dengan pendapatannya sehingga outletnya harus gulung tikar.

Eddy Wijaya bertanya kepada Inul, apabila kenaikan pajak hingga 40 persen yang belakangan ramai diperbincangkan benar terjadi, apakah Inul akan menutup usahanya atau mencari jalan lain.

Inul mengungkapkan, jika itu terjadi maka dirinya benar-benar harus menutup usahanya yang sudah dirintis selama ini.

“Tutup, pak. Ada karyawan saya yang punya anak dua, kalau dirata-ratakan kurang lebih ada sekitar 15 ribu sampai 20 ribu orang yang akan terdampak,” ujar Inul.

Terakhir, Pengacara Kondang Hotman Paris Hutapea mendesak Presiden Jokowi mengeluarkan Perpu untuk menunda berlakunya Undang-Undang yang mengatur pajak hiburan.

Menurut Hotman, jika itu diberlakukan pajak di Indonesia akan menjadi 40 persen hingga 75 persen, Indonesia akan menjadi Negara dengan pajak tertinggi di dunia.

“Itu (40-75 persen) adalah pajak paking besar di dunia, dan tidak ada alasan untuk kenaikan di Indonesia” kata Hotman di akun Instagram @Hotmanparisofficial.

Hotman membandingkan dengan negara lain seperti Thailand, Dubai, dan Malaysia yang justru menurunkan semua pajak seperti pajak hiburan dan pajak alkohol.

“Desember kemarin waktu libur natal dan tahun baru, berlipat ganda turis datang ke Thailand, Dubai, dan Malaysia. Bali agak sepi” katanya.

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.