Di tanah itu gak ada bekas sedikitpun dari gambaran kotor masa lalu. Nggak ada rasa jijik di muka orang-orang yang datang. Semua tersenyum dan saling tegur. Ada yang layanin pemeriksaan jantung, tensi, kolestrol, gratis. Ada kumpulan ibu-ibu yang latihan poco-poco. Gue gak tahu di sebelah mana tempat gue dulu kerja.
Hidup gue tenang, gak lagi dihantui kutukan ibu-ibu yang suami-suaminya make gue. Gue menangis terharu membayangkan bayi dan keponakan-keponakan gue bakal tumbuh sehat dan bahagia. Gue gak mau mengeluh lagi. Gue sudah mulai cari usaha kecil-kecilan untuk ngelanjutin hidup. Bayi gue lahir tanpa bapak tapi gue lihat Ahok bisa jadi bapak untuk anak-anak dari orang kurang beruntung kayak anak gue. Paling nggak, gue dan anak gue kalo sakit ditanggung pemerintah.
Gue sekarang punya harapan. Gue akan jadi ibu yang baik. Gue sudah bilang ke anak gue sambil gue cium pipinya yang basah dengan air mata gue, “Kamu bisa jadi apa saja yang kamu mau, Nak.” Gue yakin dengan hal itu…
…karena Jakarta sudah bukan lagi kota yang jahat buat kami.
(dari percakapan ‘SR’ dengan Muna Panggabean)
Editor: Eky