Ajakan Jokowi agar memenangkan kompetisi, sebagai contoh kasus pengalamannya ketika menjadi calon walikota solo. Pada periode pertama, ia hanya mendapatkan elektabilitas 37%. Meski ia menang pada saat itu, tetapi hal yang paling mendasar adalah ketika periode kedua.
Ia tembus masuk elektabilitas hingga 91%. Ini fakta sejarah yang harusnya menjadi teladan sekaligus menjadi modal bagi politisi muda untuk mengikuti strategi itu. Lalu pertanyaannya, apa yang Ia lakukan hingga mencapai elektabilitas 91%? Jawabannya Ia hanya terjun door to door, dari rumah ke rumah.
Menyalami setiap warganya, menjadikan ini sebagai micro targeting. Target terkecil yang harus ditiru. Pengalaman ini Jokowi ceritakan di depan ribuan peserta pembekalan Caleg DPR RI Partai Hanura itu.
Rumusan dasar yang bisa kita petik dari strategi dan gerak yang dicontohkan oleh Jokowi adalah strategi penyembuhan. Kita sejak lama diwariskan politik penuh kebencian, politik penuh kegaduhan, politik penuh kedengkian, politik penuh permusuhan. Kini hadir guru politik baru yang mengajarkan politik keterbukaan dan perdamaian.
Memenangkan pertarungan tanpa harus menyakiti. Memenangkan kompetisi tidak harus menyikut lawan. Memenangkan pesta demokrasi tidak harus menusuk lawan. Ini modernisasi politik yang harus menjadi acuan generasi berikutnya.
Jihad politik pada akhirnya bermuara kepada merangkul hati rakyat. Rangkul dengan kerja nyata, rangkul dengan keberpihakan kepada kepentingan kesejahteraan. Semua tidak hanya berpikir untuk memenangkan pemilu berikutnya, tetapi jauh dari itu gerakan bersama berfikir untuk kepentingan generasi berikutnya. Strategi dan optimisme diorkestrasi menjadi sebuah pola baru dalam menciptakan sejarah sebagai generasi terbaik untuk bangsa dan negara yang kita cintai ini. Indonesia Raya.