Tangerang, sketsindonews – Kuasa Hukum Bambang Sutriyatno, Riesqi Rahmadiansyah sebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) salah mendakwa serta melakukan tempat penuntutan terhadap kliennya.
“Klien kami itu buta, karena penyakit glukoma, katarak dan hampir 10 tahun lalu pernah operasi retina, dan kami khawatir justru klien kami korban persekongkolan orang lain, tetapi kami akan buktikan dipersidangan nanti,” kata Riesqi kepada sketsindonews.com, Kamis (02/5).
Menurut Riesqi, dalam sidang dengan Nomor Perkara 837/Pid.B/2019/PN.TNG yang dipimpin oleh Hakim Mahmuriadin tersebut, terdakwa sempat terbentur pintu dan kursi, yang membuatnya merasa bahwa hal Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan tidak memperhatikan kepentingan terdakwa yang merupakan Disabilitas Tunanetra.
“Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas disebut penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak,” jelas Riesqi.
Pada saat persidangan, kata Riesqi, beberapa kali terdakwa tidak dapat focus, karena mengalami sakit kepala.
“Setelah persidangan beliau mengaku pusing karena belum meminum obat wajibnya,” kata Riesqi.
Lanjut Riesqi, hal tersebut wajib menjadi pertimbangan Kejaksaan dan pengadilan, terkait hak dan alat bantu yang wajib disediakan bagi terdakwa Disabilitas.
Lebih jauh, Ketua Umum Advokat Pro Rakyat ini menegaskan bahwa kasus yang dialami kliennya adalah murni kriminalisasi, karena menurutnya jaksa salah mendakwa, jaksa salah melakukan tempat penuntutan.
Dia berharap Hakim yang memimpin jalannya persidangan tersebut lebih jeli lagi melihat kasus ini. “Karena ini adalah kasus perdata, terkait kerugian perusahaan, tidak ada pidana murni disini,” tegasnya.
Terakhir Riesqi kembali menegaskan bahwa terdakwa mengalami Glukoma di mata, dan kerusakan fatal pada retina. “Hal tersebut menjadi lucu ketika ternyata karena hal tersebut terdakwa dinaikan menjadi Direktur Keuangan, tanpa adanya asistensi khusus,” ungkapnya.
Melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Tangerang diketahui dakwaan Primair: Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP
Dengan Subsidair: Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP
Atau Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP
Sebagai informasi, sidang akan dilanjutkan dengan agenda pembacaan Eksepsi dari Penasehat Hukum pada 9 Mei 2019, Di Pengadilan Negeri Tangerang.
(Eky)