Jakarta, sketsindonews – Juru bicara korban Ijazah Palsu Injili Arastamar (STT Setia), Yusuf Abraham Selly menanggapi santai upaya pra peradilan yang dilakukan oleh terpidana ijazah palsu atas eksekusi yang diterima.
Menurutnya, hal tersebut merupakan hak dari kedua terpidana yakni Rektor STT Setia, Matheus Mangentang dan Direktur STT Setia, Ernawati Simbolon sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).
“Tapi saya yakin tidak akan mempengaruhi apa-apa, karena ngga mungkin JPU eksekusi sembarangan, jelas ada dasar dari JPU melakukan eksekusi itu,” ucapnya, saat berada di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Selasa (20/8/19).
Yang terpenting saat ini, dia berharap agar semua pihak benar-benar memahami pokok permasalahan yang terjadi.
“Kita permasalahkan prodi PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar) bukan Pendidikan Agama Kristen (PAK),” terangnya. “Kalau PAK itu jelas ada izinnya,” tambahnya.
Yusuf mengatakan bahwa seharusnya semua pihak juga mau melihat kondisi korban, yang selama ini rela mendidik anak-anak didaerah konflik, dimana dengan adanya kasus ini mereka seperti dianggap masyarakat kelas 3 atau 4.
Bahkan, kata Yusuf para korban sempat mengutarakan niat untuk di merdekakan saja, jika pemerintah tidak dapat menyelesaikan permasalahan ini.
“Makanya saat dieksekusi kemaren itu jadi kabar baik bagi para korban dan melihat kondisi Papua saat ini, kami yakin putusan hakim dalam sidang pra peradilan ini akan punya dampak setidaknya bagi warga Papua yang telah dirugikan karena menjadi korban ijazah ilegal yang diterbitkan para terpidana,” ungkapnya.
Eksekusi Sesuai Putusan
Sementara, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Handri memastikan bahwa eksekusi terhadap terpidana kasus Ijazah Palsu Sekolah Tinggi Teologia Injili Arastamar (STT Setia) sudah sesuai putusan.
“Intinya permohonan yang diajukan pemohon tidak termasuk dalam pemeriksaan prapid,” tutur Handri menjelaskan isi dari jawaban yang diserahkan ke Majelis Hakim.
Terkait eksekusi terhadap kedua terpidana yang dianggap tidak sah dalam sidang, menurut Handri pihaknya tidak sepakat dengan dalil tersebut, karena pemohon melaksanakan keputusan pengadilan yang telah inchrah.
Handri juga memastikan bahwa pihaknya telah melakukan eksekusi berdasarkan surat perintah pelaksanaan putusan dari pengadilan.
“Termohon telah melaksanakan secara patut putusan pengadilan tersebut,” tegasnya.
Terakhir, Handri memastikan bahwa berita acara pelaksanaan putusan pengadilan juga turut ditandatangani oleh kedua terdakwa.
“Berita acara pelaksanaan putusan pengadilan yang turut ditandatangani para terpidana,” tutupnya.
Dari pantauan dilokasi, sidang yang dipimpin oleh hakim tunggal, Suparman Nyompa, SH.MH dengan agenda penyerahan jawaban dari pihak Kejari Jaktim tersebut berjalan singkat dan dilanjutkan besok Rabu 21 Agustus 2019 dengan agenda bukti.
Sebagai informasi kedua petinggi Setia tersebut sebelumnya resmi menjadi terpidana dan dinyatakan bersalah dengan melanggar UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 dengan menerbitkan ijazah bodong tanpa dilengkapi izin penyelenggaraan pendidikan dimana yang bersangkutan divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 1.000.000.000, – (subsider 3 bulan) pada 7 Maret 2018.
Berlanjut ke banding di Pengadilan Tinggi dan melalui proses kasasi pada Mahkamah Agung (MA) dalam kasus perkara nomor 251/PID.SUS/2018/PT DKI tanggal 5 September 2018, Jo nomor 100/Pid.Sus/2018/PN. Jkt. Tim tertanggal 7 Maret 2018 kedua terdakwa tetap dinyatakan bersalah dan telah dinyatakan berkekuatan hukum tetap oleh Mahkamah Agung (MA) dengan nomor 3319K/PIDSUS/2018.
(Eky)