Jakarta, sketsindonews – Sidang lanjutan dugaan pemalsuan surat oleh Direktur PT Taruma Indah, Rawi Sangker kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Selasa (22/10/19).
Dalam sidang dengan agenda keterangan saksi ini Jaksa Penuntut Umum (JPU),Tri Wahyu Pratekta hadirkan saksi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bagian Kesengketaan, Aris.
Aris menerangkan surat HGB bisa dikeluarkan melalui SK Gubernur atau melalui Mendagri, namun sumber girik melalui proses pelepasan terlebih dahulu.
“SK Mendagri dan Gubernur otomatis sebagai bukti, kalau sudah ada SPH dimohonkan dijadikan suatu SK,” terang Aris.
Namun saat disinggung apakah sudah secara nyata ada proses ganti rugi, menurut Aris kalau yang diajukan seperti SK Mendagri maka sudah ada sesi pembebasan.
Sementara Jaksa Tri mempertanyakan adakah SK GB selain dari PT Taruma, Aris menegaskan hanya ada dua saja.
“Karena permintaanya hanya dua maka hanya dikeluarkan dua saja salah satunya Rawa teratai, ” terang Aris.
Menurut Aris, SK GB memiliki batas waktu yang ditentukan. “Untuk HGB dengan nomor girik 144 masa berlaku dari tangg 2 Maret 1990 hingga 26 Januari 2007 sedangkan HGB 87 Rawa teratai masa berlaku tanggap 2 Maret 1987 dan masa berakhit 22 Januari 2007,” ungkapnya.
Objek tanah tersebut, lanjut Aris yang tercantum pada HGB 144 berada diwilayah desa Jatinegara, Kec Cakung. Dan HGB 87 berada di Rawa Teratai kec Cakung.
“Di HGB diterangkan adanya permohonan perpanjangan seperti HGB 87 didalam catatan kami tidak ada catatan permohonan perpnjngan dan HGB 144 tidak ada catatan permohonan perpanjangan, ” ujarnya.
Terakhir Aris menambahkan bahwa pada saat itu terjadi pemekaran namun tidak ada pelaporan kepada pihak kelurahan.
“Kan yang yang harus melapor itu pemegang hak jadi harus sendirinya melapor,” jelasnya pada saat kuasa hukum bertanya.
“Kami tidak bisa menyelenggarakan kalau tidak ada permohonan data, ” tutupnya.
(Eky)