Jakarta, sketsindonews – Persidangan kasus dugaan pemerasan yang melibatkan dua jaksa dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yakni Yanuar Rheza Mohammad, Firsto Yan Presanto dan Cecep Hidayat yang konon berprofesi sebagai jurnalis. Saat ini telah memasuki agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Persidangan kali ini menghadirkan dua saksi yakni Asisten Intelijen Kejati DKI, Tengku Rahman dan Nur Prawira mantan staf ahli PT Dok Kodja Bahari. Sidang itu dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri.
Dalam keterangannya dihadapan majelis hakim, Tengku Rahman mengaku dirinya hanya mendapat informasi melalui telepon bahwa ada jaksa di Kejati DKI yang ditangkap oleh Tim Sumber Daya organisasi Kejaksaan Agung pada Senin 2 Desember 2019.
“Saya mendapat infomasi melalui telepon bahwa ada jaksa di kejati jakarta yang ditangkap oleh tim sumber daya organisasi,” kata Tengku dihadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/6/20).
Tengku menjelaskan, saat Rheza dan Firsto ditangkap, dirinya tidak ada di tempat kejadian perkara. Itu lantaran ia tengah berada di Cianjur, Jawa Barat bertugas untuk pengamanan Rakernas Kejaksaan RI.
“Saya hanya mendapat telepon bahwa ada jaksa kejati ditangkap, Pak Hakim dan saya ada di Cianjur menghadiri rakernas kejaksaan,” jelasnya.
Seperti sudah diketahui, pada 2 Desember 2019 sekitar pukul 14.50 WIb. Tim pengamanan sumber daya organisasi (Tim Pam SDO), pada bidang Intelijen Kejagung berhasil mengamankan tiga orang terduga.
Yakni satu orang pihak swasta berinisial Cecep Hidayat dan dua orang jaksa dari Kejati DKI yaitu Yuniar Rheza Muhammad dan Firsto Yan Presanto
Disebutkan Yuniar RM dan Firsto YP diduga telah melakukan pemerasan terhadap M Yusuf dalam kapasitasnya sebagai saksi tipikor yang tengah ditangani Kejati DKI.
M Yusuf mengaku telah menyerahkan uang sebesar Rp 1 miliar kepada jaksa Yuniar RM melalui Cecep Hidayat.
PERTEMUAN DI RUANG KERJA ASINTEL
Sementara itu saksi Nur Prawira menjelaskan dipersidangan, bahwa ia mendengar jeritan hati dari M Yusuf yang merupakan kolegannya. M Yusuf sendiri adalah General Manajer di perusahaan PT DOK Kodja Bahari
Menurut pengakuan saksi Nur Prawira, cerita itu berawal saat M Yusuf mengajukan pinjaman dana sebesar Rp2,5 miliar. Dana jumbo itu rencananya akan digunakan untuk keperluan dana pengamanan perkara dugaan korupsi di PT Dok Kodja Bahari yang tengah ditelisik oleh Kejaksaan Tinggi DKI.
Sebab masih kata Nur Prawira, M Yusuf mengatakan dirinya takut akan dipenjara dan telah diperiksa oleh tim jaksa tindak pidana khusus Kejati DKI.