Jakarta, sketsindonews – Tingginya tuntutan pidana yang diberikan penuntut umum kepada Terdakwa mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya, Hary Prasetyo adalah tindakan yang kurang bijak sebagai penegak hukum dan sangatlah tidak relevan serta berlebihan.
“Hukuman penjara seumur hidup yang dituntut jaksa kepada klien kami Hary Prasetyo, sungguh keterlaluan dan tidak berprikemanusiaan, karena terlalu berat. Sebab, Hary dalam perkara ini, adalah korban daripada salah seorang elite politik di negeri ini. Oleh karena itulah, kami mohon kepada majelis hakim, agar dapat meringankan hukuman kepadanya. Karena hukuman penjara seumur hidup tidak relevan dan berlebihan,” demikian diungkapkan kuasa hukum mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya, Hary Prasetyo, Advokat Rudianto Manurung SH, MH, CLA, Jumat (2/10/20) malam.
Rudianto menilai requisitor jaksa sangat jelas telah mengabaikan fakta persidangan dan keterangan para saksi yang notabene penting, dan menjadi kunci dalam perkara Jiwasraya ini. Namun entah mengapa tidak pernah dihadirkan.
“Dengan demikian, kami sangat menyesalkannya, kenapa hal itu bisa terjadi,” tegas dia. Seraya menambahkan, “Saya tegaskan sekali lagi, tuntutan seumur hidup itu merupakan kriminalisasi terhadap klien kami.”
Sementara itu Terdakwa Hary Prasetyo juga membacakan nota pembelaannya secara pribadi. Hary meminta kepada majelis hakim agar meringankan hukumannya. Meski demikian Hary juga menyinggung nama mantan Menteri BUMN Rini Soemarno.
“Saya diceritakan dari media bahwa yang melaporkan kasus investasi Jiwasraya adalah Ibu Meneg BUMN Rini Soemarno sendiri kepada pihak-pihak aparat hukum, beberapa saat sebelum beliau lengser dari jabatannya, Ibu menteri menjabat sejak 2015 sampai 2019,. Jika memang Jiwasraya bermasalah (cadangan dan investasi) kenapa kami ketika periode terebut tidak dipanggil untuk ditegur, dimarahi atau dijewer untuk memperbaiki masalah tersebut. Tidak, Ibu menteri mungkin memilih jalur hukum. Aneh, kejanggalan kejanggalan di atas ada apa sebenarnya?” kata Hary.
Lebih lanjut Hary berkisah, kala itu Direksi baru pilihan Rini juga tidak memiliki pengalaman di bidang asuransi. Dia menyebut direksi baru yang dipilih Rini saat itu hanya membuat Jiwasraya semakin hancur.
“Direksi baru, terutama direktur utama yang dipilih oleh Ibu Meneg BUMN pada tahun 2018, belum pernah memiliki pengalaman menjabat sebagai direktur utama. Apalagi bidang asuransi jiwa. Tidak ada. Saya menilai direksi baru hanya ditugaskan untuk “mengebom atau menghancurkan rumah” (Jiwasraya) daripada memperbaiki sesuatu hal prinsip dan struktural yang dianggap perlu,” jelasnya.