Jakarta, sketsindonews – Sengkarut pemalsuan sertipikat tanah yang ditengarai melibatkan bekas juru ukur tanah BPN, Paryoto Achmad Djufri. Berimbas pada “keterlibatan” lembaga pengawas eksternal penegak hukum semisal Komisi Kejaksaan dan Bidang pengawasan hakim alias Komisi Yudisial.
Musababnya pelibatan kedua komisi tersebut yakni Komjak dan KY. Lantaran kasus tersebut berpotensi kehilangan arah karena dugaan adanya intervensi. Untuk itu, Komisi Yudisial dan Komisi Kejaksaan memastikan akan mengawasi persidangan tersebut.
Ketua Komisi Yudisial Jaja Ahmad Jayus meminta hakim PN Jakarta Timur tetap di rel yang benar. KY menegaskan, mengawasi sidang tersebut.
“Saya minggu depan baru mau ke Jakarta Timur, saya kira hakim on the track saja, jangan terpengaruh hal-hal yang bisa mengganggu marwah pengadilan,” ujarnya.
Jaja mengatakan, terkait BST yang masih berada di luar negeri dan dalam proses DPO memang sulit dieksekusi atau dipaksa hadir di pengadilan. Dia juga mempertanyakan adanya kuasa hukum BST di Jakarta, yakni Harris Azhar.
“Kalau DPO itu bisa komunikasi dengan kuasa hukumnya, bisa saja diminta pengacara agar hadir, ngapain sih lari-lari. Namun kalau memang tidak komunikasi kan sulit,” tuturnya.
Pengacara di kasus pidana, kata Jaja, sifatnya adalah pendampingan, bukan mewakili secara hukum seperti misalnya di kasus perdata.