Seperti diwartakan sebelumnya, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar menduga, kasus sengketa tanah di wilayah Cakung, Jakarta Timur, yang melibatkan BET dan AH penuh rekayasa. Dia menilai, Benny selaku pemilik sah tanah justru digambarkan sebagai pihak yang salah.
”Menurut saya, ini adalah rekayasa,” kata Haris dalam keterangannya, Senin (9/11).
Aktivis HAM itu menuturkan, rekayasa dapat dilihat dari sikap pihak Abdul Halim yang memaksakan kasus tersebut masuk ke ranah pidana dengan tuduhan pemalsuan surat mekanisme internal di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Padahal seharusnya BPN yang dapat memutuskan hal tersebut.
”Dibilang itu palsu. Kan yang bisa bilang itu palsu atau bukan ya BPN. Kalau itu bagian dari prosedurnya BPN ya berarti bukan palsu. BPN sendiri juga tidak pernah bilang itu palsu,” ungkap Haris.
Diketahui, nama BST terkait dengan penetapan Achmad Djufri sebagai terdakwa pemalsuan surat akta autentik diancam pidana menurut ,ketentuan pasal 266 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 263 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini sendiri bermula ketika pelapor Abdul Halim hendak melakukan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di BPN Jakarta Timur. Saat itu, Abdul Halim terkejut karena pihak BPN mengatakan ada 38 sertifikat diatas tanah milik, Abdul Halim dengan nama PT. Salve Veritate yang diketahui milik Benny Simon Tabalujan dan rekannya, Achmad Djufri.
Dalam kasus ini, Polda Metro Jaya juga sudah menetapkan BST sebagai tersangka. Benny juga sudah menjadi DPO karena selalu mangkir dari panggilan penyidik.
(Red)