Kasi Tindak Pidana Umum (Pidum) Kejaksaan Negeri Jakarta Timur (Kejari Jaktim), Yanuar Adi Nugroho, S.H., M.H belum dapat memberi pernyataan terkait penahanan M. Yusuf dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen.
“Selamat malam Pak, Maaf saya baru selesai giat Umroh. Besok baru bisa saya tanyakan untuk update penanganan perkaranya,” jawab Yanuar menjawab pertanyaan wartawan, Senin (21/4/25) malam.
Seperti diketahui, M. Yusuf ini adalah salah satu warga cawang yang disebut sebagai pemiliki tanah 4500 meter persegi yang dikuasai oleh Apartemen Signatur Park Grande yang kemudian dilaporkan oleh pihak apartemen dalam hal ini PT. Pusat Mode Indonesia (PMI) ke Polda Metro Jaya dengan dugaan pemalsuan surat.
Namun kemudian penetapan M. Yusuf sebagai tersangka tersebut digugat dalam sidang Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) tercatat dengan nomor perkara 43/Pid.Pra/2025/PN.Jkt.Sel
M. Yusuf, melalui kuasa hukumnya, Patuan Angie Nainggolan, S.H menduga ada upaya kriminalisasi dalam penetapan kliennya sebagai tersangka.
Usai persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi di PN Jaksel, Senin (21/4/25) Patuan Angie Nainggolan, S.H selaku Kuasa Hukum M. Yusuf menekankan bahwa yang terpenting dalam sidang Praperadilan tersebut adalah mengenai prosedural formil.
“Pokok persoalan sudah jelas, M. Yusuf dituduh melakukan pemalsuan terhadap girik 303, penyidik menduga Yusuf melakukan pemalsuan surat itu,” ujar Patuan.
“Nah ditemukan fakta dalam keterangan saksi tadi, saksi menerangkan bahwa asli dari surat itu ada dan disimpan di Polda sendiri dalam perkara yang lain, jadi kami pikir tidak ada alasan untuk hakim praperadilan tidak mengabulkan pemohonan kami ini,” tambahnya.
Patuan menyoroti pasal 263 yang ditetapkan untuk menjerat M. Yusuf, dimana pasal 263 ayat 1 tersebut terkait pemalsuan surat. “Kalau pemalsuan surat ini didugakan ke M. Yusuf, maka tidak mungkin, karena M. Yusuf itu ahli waris turun temurun,” jelas Patuan.
“Sementara pada ayat 2 Pasal 263 itu terkait mempergunakan dokumen palsu di Pengadilan, dalam hal ini kami telah menang di Pengadilan, kan tidak mungkin barang sendiri dipalsukan,” lanjutnya.
Untuk itu, Patuan menduga penetapan M. Yusuf sebagai tersangka merupakan bentuk kriminalisasi, terlebih dalam proses sangat mudah melimpahkan tersangka ke Kejaksaan Negeri Jakarta Timur. “Kami liat tidak ada P18, tidak ada P19, padahal tidak ada alat bukti yang mendukung keterangan-keterangan saksi yang diambil oleh penyidik, kenapa begitu mudah tahap 2 diterima, makanya kami menduga ini bentuk-bentuk kriminalisasi yang sudah direncanakan,” kata Patuan.
Menurut Patuan, dugaan perencanaan kriminalisasi tersebut agar kasus M. Yusuf terbukti dan kemudian dapat digunakan sebagai alat untuk menggugat kembali perkara yang telah mereka menangkan.
“Jika memang yang digunakan dalam peradilan adalah dokumen palsu, kenapa hanya M. Yusuf yang ditersangkakan, kan ada 47 ahli waris, berani ngga Polda menahan itu, nah ini salah satu bukti Polda tidak yakin, ini salah satu indikasi kriminalisasi,” tegas Patuan.
Hal lain yang juga menjadi pertimbangan Patuan menduga kriminalisasi tersebut yakni, tidak adanya hasil lab porensik dari Polda Metro Jaya.
“Dugaan kami konspirasi keras antara pelapor, penyidik dan jaksa, dugaan keras ini adalah tidak ada satu bukti yang jelas untuk ditahannya M. Yusuf. Kemudian tahap dua begitu cepat tanpa ada halangan padahal sementara tidak ada alat bukti yang menyatakan dokumen itu palsu dan pihak penyidik Polda Metro sendiri belum melakukan uji atau lab porensik, lalu bagaimana mereka mengatakan itu palsu apa mereka juga udah punya aslinya,” pungkasnya.
Saat dimintai keterangan, perwakilan dari Ditreskrimum Polda Metro Jaya (PMJ) yang hadir dalam persidangan, enggan memberikan tanggapan.






