Aksi Nasional PP KAMMI: Reformasi di Persimpangan Jalan

oleh
oleh

Dua puluh tujuh tahun pasca runtuhnya rezim Orde Baru, bangsa Indonesia justru menghadapi kemunduran dalam demokrasi, penegakan hukum, dan kesejahteraan rakyat. Dalam aksi nasional bertajuk “Reformasi di Persimpangan Jalan: #IndonesiaDarurat,” Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) turun ke jalan menyuarakan kegelisahan rakyat atas kondisi negara yang darurat secara multidimensi.

Gerakan reformasi 1998 lahir dari perlawanan terhadap kekuasaan yang otoriter, korup, dan anti-rakyat. Namun hari ini, wajah-wajah yang dulu digulingkan justru kembali mengambil tempat, bahkan dengan legitimasi hukum dan kelembagaan. PP KAMMI melihat ini sebagai bentuk pengkhianatan sejarah yang tak boleh dibiarkan berlanjut.

“Reformasi tidak boleh direduksi menjadi seremoni tahunan. Ini adalah amanat perubahan yang mesti terus dijaga nyalanya. Ketika negara mulai lupa, maka mahasiswa wajib mengingatkan—dan jika perlu, mengguncang,” tegas Ahmad Jundi KH, Ketua Umum PP KAMMI. Ia menegaskan bahwa mahasiswa adalah benteng terakhir ketika kekuasaan melampaui batas.

Salah satu indikasi paling mencolok dari kemunduran demokrasi adalah bangkitnya kembali militerisme melalui revisi UU TNI. UU tersebut membuka ruang bagi militer untuk kembali masuk dalam ranah sipil secara sistematis. Padahal, penghapusan Dwifungsi ABRI adalah salah satu tonggak utama reformasi 1998.

“Kembalinya peran ganda militer bukan hanya langkah mundur, tapi lonceng kematian bagi supremasi sipil. Demokrasi tak akan pernah tumbuh jika dibayang-bayangi militer,” kata Jundi. Menurutnya, militer yang kembali bercokol dalam urusan pemerintahan sipil adalah tanda bahaya serius bagi masa depan demokrasi.

Terbaru telegram Panglima TNI tentang perintah kepada jajarannya untuk mengamankan kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri di seluruh Indonesia. Langkah ini menciptakan preseden buruk dalam relasi sipil-militer, karena fungsi pengamanan institusi penegak hukum sipil bukanlah ranah militer. Pengerahan ini bukan hanya mengaburkan batas antara pertahanan dan penegakan hukum, tetapi juga memperlihatkan upaya simbolik militer masuk lebih jauh dalam urusan sipil yang seharusnya menjadi otoritas kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya.

No More Posts Available.

No more pages to load.