Debat Cawapres: Matinya Nalar Akademisi, dan Moral Agamis

oleh
oleh

Oleh : Arfian, Ketua Umum Pasukan 08

Debat cawapres yang berlangsung tadi malam telah mengklarifikasi siapa sebenarnya sosok yang mampu tampil dengan cerdas. Meski demikian, perlu diungkapkan bahwa debat tersebut juga memberikan gambaran tentang matinya nalar akademisi dan matinya moral calon wakil presiden.

Dalam debat tersebut, terdapat beberapa kandidat yang tampil dengan gaya bicara yang tidak rasional dan nalar yang tidak terlatih. Namun, ada satu sosok yang berhasil membedakan dirinya dari yang lainnya. Sosok ini adalah Gibran, yang tampil cerdas, lugas, dan apa adanya. Dia berhasil memberikan solusi konkret dan tidak terlalu terjebak dalam sakit hati dan kepentingan pribadi.

Debat cawapres semalam telah menunjukkan bahwa ada kecenderungan matinya nalar akademisi di tengah-tengah masyarakat yang semakin terbelakang. Meski memiliki pengalaman akademik yang panjang, Paslon no.1 dan No.3 yang turut serta dalam debat tersebut cenderung terjebak dalam retorika kosong tanpa memberikan solusi yang praktis. Mereka seolah-olah terlalu terikat dengan teori tanpa bisa melihat realitas yang ada di lapangan.

Selain itu, debat tersebut juga menggambarkan matinya moral calon wakil presiden dari Paslon No.1 dan No.3 di tengah-tengah politik yang penuh intrik dan kepentingan. Paslon No.1 dan No.3 kandidat yang mengaku memiliki integritas moral yang tinggi ternyata lebih banyak terjebak dalam permainan politik daripada memberikan solusi yang sesuai dengan kebutuhan Bangsa Indonesia. Mereka lebih memilih bermain dengan cara konspirasi hanya untuk menjatuhkan seorang Pemuda yang bernama Gibran Rakabuming Raka dan mereka tidak berani menyuarakan kebenaran dan keadilan.

Yang membedakan Gibran dengan kandidat lainnya adalah kemampuannya untuk memberikan ide dan gagasan yang berhubungan dengan perkembangan dunia saat ini. Dia mampu melihat mana yang perlu diperbaiki dan memberikan solusi yang kreatif. Gibran tidak terjebak dalam retorika kosong atau dendam kesumat politik. Dia berani menyuarakan kebenaran meski itu mungkin tidak populer.

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.